11.07.2019

Budidaya Maggot


Selama semester 1, kegiatanku di KPB terbilang cukup padat.  Aku banyak mengerjakan proyek dan bertemu dengan komunitas atau orang-orang baru.  Salah satu komunitas yang aku temui adalah YPBB yang merupakan singkatan dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi.   Kelas 10 bersama YPBB berkolaborasi untuk mengerjakan proyek sistem sampah yang rencananya akan dijalankan di Semi Palar.  



Kami berfoto bersama Pak RW dan beberapa pengurus
Tanggal 6 November kemarin, kami, kelas 10 berkegiatan di daerah Cimahi untuk melakukan riset tentang maggot.  Apa sih maggot itu? Maggot merupakan salah satu jenis larva yang digunakan untuk membantu menguraikan sampah organik, seperti sampah dapur.  Maggot sendiri adalah anak dari jenis lalat Black Soldier Fly yang berwarna hitam dan konon katanya berprotein tinggi.  



Sekitar jam 9, kita berangkat ke Cimahi dan bertemu dengan salah satu pengurus yang bernama Pak Mus.  Sebelum kami melihat pembudidayaan maggot, kami dijelaskan terlebih dahulu apa itu maggot, apa latar belakang masyarakat disana membudidayakan maggot dan sebagainya. Awalnya masyarakat di daerah sana sangat tidak peduli dengan sampah, mereka membuang sampah sembarangan dan masih menyatukan sampahnya, antara yang organik dan anorganik, tapi sejak 2017, beberapa orang bersama dengan YPBB memulai Gerakan Zero Waste yang sampai sekarang masih dilaksanakan.  Ternyata Gerakan tersebut berhasil dilakukan sehingga wilayah tersebut (RW 17) mendapatkan cukup banyak penghargaan dari pemerintah perihal pengelolaan sampah.  




Bebek peliharaan yang diberi makan maggot
Setelah selesai dijelaskan, kami langsung  berjalan ke tempat pembudidayaan maggot.  Perjalanan memakan waktu sekitar 5 menit.  Saat masuk, ternyata disana tidak hanya ada pembudidayaan maggot, tapi ada pembudidayaan lalatnya juga. Selain itu di sana ada pembudidayaan ayam serta bebek. Ternyata maggot yang digunakan untuk memakan sampah organik dijadikan pakan ayam dan bebek juga karena sifatnya yang tinggi protein.  Menurutku ini menarik karena aku dengar penjelasan dari Pak Mus, di masa depan protein (seperti ayam, sapi dan kambing) bisa saja digantikan dengan maggot.  Walaupun aku tidak bisa membayangkan, akan seperti apa nanti jika aku harus mengkonsumsi makanan berbahan dasar maggot di masa depan.  😊



Cara membudidayakan maggot sebenarnya tidak terlalu sulit, tapi langkah awal yang harus dilakukan adalah menemukan lalat dengan jenis yang tepat terlebih dahulu.  Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membudidayakan lalat tersebut.  Di Cimahi sendiri kandang lalat terbuat dari jaring yang tidak lupa diberikan atap.  Dalam waktu yang cukup singkat, lalat tersebut sudah bisa berkembang biak.  Selanjutnya, larva lalat tersebut akan dikeluarkan dari kandang dan dipindahkan ke tempat  dimana ada banyak sekali sampah organik, mulai dari sisa sayuran, daun-daun kering sampai bangkai ayam.  Anehnya sampah-sampah tersebut tidak sebau kalau kita temukan di jalan.  Ya walaupun masih tetap ada baunya, tapi tidak menyengat. 




Disana terlihat maggot makan dan bertumbuh sangat cepat.  Katanya maggot ini bisa mengolah sampah organik dengan cepat dan banyak.  Itulah sebabnya, maggot itu gemuk-gemuk sekali.  Selain itu karena karakternya yang bisa dengan cepat menguraikan sampah organik, maggot juga banyak dicari orang.  Usia maggot tidak terlalu lama, setelah masa perkembangbiakannya usai biasanya mereka akan mati.  



Maggot yang sedang dikembangbiakan
Pak RW menjelaskan kalau maggot akan lebih cepat menguraikan sampah kalau yang diberikan adalah sisa sampah dapur.  Disana aku sempat melihat ada 1 sampah daun yang sepertinya sudah cukup lama dimasukkan ke tempat maggot berkembang biak dan bentuknya masih utuh, tidak banyak berubah, sedangakn sampah dapur seperti sisa potongan sayur sudah banyak yang hancur. 
Setelah melihat pembudidayaan maggot, kita dijelaskan tentang pembudidayaan ayam, bebek dan beberapa tanaman.  DIsana mereka sudah menghasilkan telur ayam dan telur bebek sendiri yang bisa dibilang telur organik.  Untuk makan bebeknya, mereka menyediakan satu tempat (seperti genangan air).  Disana biasanya bebek makan dan berenang.  Untuk memanfaatkan lahan, mereka menggunakan tempat tersebut untuk menanam kangkung juga.  Menurutku ini menarik karena aku baru pertama kali melihat dengan mata sendiri tentang sistem kombinasi (budidaya maggot, budidaya bebek dan ayam dalam satu tempat yang sama) 




Hal menarik lain yang aku dapatkan selama berkegiatan disana adalah tentang maggot karena aku baru tahu maggot saat berkunjung kesana.  Ternyata budidayanya juga tidak terlalu sulit, tapi manfaat maggot untuk manusia sangatlah banyak.   Selain itu aku juga cukup tertarik dengan masyarakat disana, karena ternyata cukup banyak masyarakat di Bandung yang sudah peduli dengan bahayanya sampah, karena selama ini aku sering malihatnya manusia yang tidai peduli dengan sampah, dengan buang sampah sembarangan, menggunakan plastik sekali pakai dan sebagainya.  Aku harap seiring berjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang sadar bahayanya sampah dan mau untuk mengurangi dan memilah sampahnya untuk masa depan yang lebih baik. 




Dari kegiatan ini, aku terinspirasi untuk menerapkan sistem kombinasi (dengan budidaya maggot) juga di Semi Palar, karena sepertinya akan menarik sekali apabila sistem ini diterapkan di Semi Palar.  Selain untuk membantu sistem sampah, bisa juga jadi bahan edukasi untuk murid-murid yang lebih kecil.  Selain budidayanya yang gampang, ternyata ada cukup banyak manfaat maggot selain untuk menguraikan sampah organik.  Selain itu aku juga terinspirasi untuk lebih peduli lagi dan lebih keras perihal sampah.  Contohnya melawan rasa malas untuk memisahkan sampah organic, anorganik untuk ecobrick maupun sampah anorganik biasa, karena orang-orang diluar sana juga bisa melakukan, kenapa aku tidak bisa.  Terakhir inspirasi yang aku dapatkan adalah untuk menerapkan maggot di Bandung, dimulai dari rumah dan sekolah, karena menurutku ini cukup efektif untuk mengurangi sampah organik.  Budidaya yang gampang dan sifatnya yang lebih efektif dan cepat menjadi factor pertimbangan penting.  


No comments:

Post a Comment