12.27.2018

Harta Yang Paling Berharga Adalah Keluarga... #2


                Karena hujan semakin deras, akhirnya aku dan teman-teman memutuskan untuk kembali ke rumah.  Setibanya kita dirumah, ibu dan bapak dirumahku langsung bertanya habis dari mana saja.  Ternyata mereka sangat khawatir dengan kami.  “Neng dari mana aja atuh, ini ujan jangan kemana-mana ya”kata Pak Rohendi menasihati kami.  Aku merasa tidak enak, karena sudah membuat Pak Rohendi dan Bu Cece khawatir.

                Selama di rumah, aku, Hana dan Alika hanya mengobrol sambil menyantap cemilan yang disediakan.  Ternyata makanan khas Rancakalong enak-enak dan bikin ketagihan.  Walaupun makanan yang ada sana, ada juga di Bandung, tapi rasanya beda, yang disana seperti lebih enak.  Hujan sore itu turun cukup deras dan lama.  Aku dan teman-teman sampai bingung mau melakukan apa lagi di rumah.  Ibu dan bapak dirumah kami juga mengobrol sendiri dibelakang, rasanya tidak enak kalau kami bergabung, takut mengganggu.  Anak yang ada di rumahku sudah pulang, tapi dia diam saja di kamarnya, mungkin belajar bersama kakaknya.  Paling kalau dia keluar, kami hanya bertegur sapa tidak mengobrol. 

                Karena tidak memungkinkan lagi untuk kami berkegiatan di luar, kakak memberitahu kami lewat SMS kalau kami akan bertemu lagi nanti malam, sekitar pukul 8 untuk melakukan evaluasi malam. Selama menunggu, aku, Hana dan Alika membereskan barang-barang, mandi serta membantu ibu menyiapkan makan malam.  Rumah yang aku tinggali cukup besar, tapi hubungan keluarganya sangat harmonis.  Mereka kompak dan saling membantu.  Makan malam kali ini cukup menarik untukku.  Menunya adalah nasi, mie instan, nugget dan lalapan.  Kami makan bersama sambil mengobrol. Senang rasanya bisa akrab dengan keluarga. Kita membicarakan banyak hal, dan dengan sangat cepat aku bisa akrab dengan keluarga. 

                Setelah makan, kami membantu ibu untuk membereskan makan malam.  Awalnya Bu Cece menolak untuk dibantu, tapi akhirnya mau setelah kami paksa.  Setelah semuanya beres, aku membereskan tas kemudian berpamitan dengan ibu di rumah.  Pak Rohendi sudah berangkat dari tadi, untuk berdiskusi dulu dengan kakak kelas.  Aku dan teman-teman pun berangkat.  Sesampainya kami ditempat, aku melihat teman-teman lain sudah datang.  Sebetulnya kami tidak boleh keluar rumah lebih dari jam 6 sore, karena takut ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, tapi dihari pertama ini kami diberikan toleransi.  Jujur sebenarnya aku juga takut, karena biasanya peraturan disuatu kampung adatkan ada konsekuensinya yang berat dan aku takut itu terjadi diantara kami. 

                Tapi untungnya semua berjalan dengan baik dan aman.  Setelah melakukan evaluasi kami berjalan pulang ke rumah masing-masing.  Rumah yang aku tinggali arahnya berbeda dengan teman-teman lain, jadi kami berjalan hanya bertiga.  Sesampainya dirumah, Bu Cece terlihat senang, karena kami pulang dengan aman dan selamat.  Setelah beberes sebentar, aku, Hana dan Alika langsung bersiap tidur, karena saat kami pulang, sepertinya Ibu Cece juga sudah mau tidur.

                Aku Hana dan Alika tidur di ruang tamu rumah.  Kami berikan sebuah kasur kecil, jadi kita harus membuat kasur tersebut cukup untuk kita bertiga.  Cukup menarik perjalanan di hari pertama ini, walaupun hari ini dipenuhi oleh hujan, tapi seru.  Saat tidur juga aku sempat kebingungan, karena kaki aku keluar sangat banyak dari kasur.  Kalau dihitung, sepertinya hanya badanku sampai pinggul yang ada di kasur, sisanya jatuh ke lantai.  HAHAHAHA menarik !!!

Aku sangat tidak sabar menunggu kejutan apa yang akan terjadi besok.. Selamat malam semua!!

12.19.2018

Bikin Karya Tulis Ilmiah?? #1

          Karya tulis ilmiah, merupakan karya terbesar di semester 1 kelas 9.  Panik dan takut merupakan perasaan yang aku rasakan, saat tahu bahwa proyeknya adalah membuat sebuah karya tulis ilmiah.  Jujur aku merasa tidak PD saat diajak untuk membuat makalah.  Aku memang suka menulis, tapi tidak untuk menulis sebuah karya yang formal, seperti makalah.  Saat itu, aku sangat tidak terbayang, akan seperti apa karya tulis ilmiahku nanti.  

          Sebelum kita memulai pembuatan karya tulis ilmiah, kakak mengajak kita untuk brainstorming terlebih dahulu, agar lebih terbayang topik apa yang bisa kami bahas secara mendalam.  Setelah cukup lama melakukan brainstorming, akhirnya kami menemukan 3 topik besar yang akan kami jadikan topik karya tulis ilmiah, yaitu budaya, sejarah dan pertanian.  Aku sendiri memilih topik sejarah.  Hobiku mencari tahu tentang sejarah sangat besar.  Dalam kehidupan sehari-haripun aku suka sekali mempelajari sejarah.  Banyak orang bilang, sejarah itu memusingkan, tidak seru, dan mereka mengatakan bahwa aku aneh, karena bisa menyukai sejarah.  Tapi aku tidak peduli, selama aku menyukainya, kenapa tidak aku lakukan? 

          Untuk melengkapi karya tulis ilmiah, aku dan teman-teman melakukan sebuah observasi ke kampung adat di Sumedang, yaitu Kampung Rancakalong.   Sebelum berangkat, aku dan teman-teman melakukan banyak persiapan, mulai dari barang sampai persiapan fisik. Tidak terasa, tinggal 3 hari lagi kami berangkat.  Sebelum berangkat, aku sempat sakit dan tidak masuk sekolah.  Aku yang awalnya sudah sangat bersemangat jadi lesu dan tinggal berharap agar saat berangkat nanti sudah sehat.  




...

          Selasa, 23 Oktober, aku dan teman-teman berkumpul di halte bis Dipatiukur, depan Unpad.  Aku merupakan orang kedua yang datang.  Saat tiba disana, sudah ada kakak kelas juga Kak Diki, selaku koordinator jenjang SMP.  Aku sendiri bingung kenapa ada Kak Diki, dipikiranku, Kak Diki akan ikut, tapi ternyata tidak.  Setelah kami semua naik ke bis, Kak Diki pergi.  Aku sedikit kecewa saat tahu kalau Kak Diki tidak ikut, karena kalau Kak Diki ikut, biasanya perjalanan akan sangat menyenangkan.  Selama di bis, kami semua mengobrol dan bercanda bersama.  Saking serunya, kita sampai tidak sadar, kalau kita sudah tiba di Jatinangor, perhentian bus kita.  

        Setelah kita turun, kita disuruh untuk mencari angkot oleh kakak, agar bisa sampai di Kampung Rancakalongnya.  Cukup sulit untuk mendapatkan angkot yang murah, karena kebanyakan dari mereka minta diatas 150.000, sedangkan kita harus menghitung uang agar cukup untuk disana nanti.  Memang disana kita tinggal di rumah warga dan tidak usah memikirkan makan, tapi untuk oleh-oleh kita harus bayar sendiri, menggunakan uang yang kami tabung.  Akhirnya setelah cukup lama menawar, kami dapat angkot yang cukup murah, dibawah 150.000.  Kami semua langsung naik ke angkot.  Perjalanan ke Kampung Rancakalong cukup lama, sekitar 40 menit dari Jatinangor. Diperjalanan ada teman-teman yang makan dan mengobrol, aku sendiri hanya diam saja, paling berbicara saat ditanya, karena saat itu aku mual sekali.  

          Setibanya kita di Kampung Rancakalong, kita diajak untuk mendaki sebentar.  Pendakian itu terasa sangat melelahkan, karena hari itu, matahari sangat menyengat dan kita tidak ada yang membawa topi.  Setelah mendaki cukup lama, kita diajak masuk ke sebuah tempat, yang bentuknya seperti pendopo. Disana kami bertemu dengan Kepala Desa yang bernama Pak Pupung.  Ternyata, beliau adalah pemilik tempat ini.  Warga disana, biasa menyebut tempat ini sebagai sanggar.  Disana kami disuguhi berbagai makanan khas dari Kampung Rancakalong.  Aku tidak begitu ingat makanan apa yang disajikan disana, karena aku tidak makan.  Beberapa dari kami makan sambil berbincang dengan Pak Pupung dan beberapa pengurus tempat tersebut. 

              Setelah beristirahat, kami  diajak jalan lagi, menuju tempat lain yang ada di kampung tersebut. Sebelum menjelajah daerah kampung yang lain, kita diantar dulu ke rumah warga, tempat kami akan tinggal selama 4 hari 3 malam.  Kami yang perempuan dibagi 2 kelompok tidur, aku bersama Alika dan Hana tinggal di rumah Pak RW sedangkan teman perempuan yang lain tinggal di rumah lain.  Dirumah aku dan teman-teman banyak mengobrol dengan bapak dan ibu pemilik rumahnya, yaitu Pak Rohendi dan Bu Cece.  Aku sendiri jarang mengobrol dengan anak di rumah tersebut, karena ia masih bersekolah.  Setelah mengobrol dengan pemilik rumah dan beristirahat sebentar, kami pergi lagi ke sanggar yang letaknya dekat dengan rumah untuk melakukan kegiatan selanjutnya, yaitu diskusi.  

             Diskusi dipimpin oleh beberapa pengurus sanggar.  Kita membahas banyak hal, mulai dari budaya, sejarah dan lainnya. Awalnya kita masih malu-malu, hanya mendengarkan dan tidak banyak bertanya, tapi setelah lumayan lama, akhirnya beberapa dari kami berani juga untuk bertanya.  Orang-orang di sanggar tersebut sangat baik, mereka ramah dan beberapa suka sekali bercanda, jadi suasana bisa dengan cepat cair, dan kami pun bisa dengan cepat akrab.  Diskusi itu terasa sangat cepat, padahal kita sudah berdiskusi selama 2 jam lebih.  Setelah itu kita diajak untuk berkeliling kampung sekedar mengetahui letak tempat-tempat penting.  

            Sebelum berangkat, kami semua kembali ke rumah terlebih dahulu, untuk sekedar beristirahat dan makan.  Keluargaku menyediakan banyak sekali cemilan untuk aku dan teman-teman, seperti rengginang dan keripik singkong.  Aku dan teman-teman menyantapnya dengan semangat.  Sambil makan, aku melengkapi catatanku, yang kurang lengkap.  Setelah 30 menit beristirahat, aku dan teman serumahku melakukan penjelajahan ke sekitar kampung.  Belum berjalan jauh, tiba-tiba saja hujan mulai turun.  Aku yang bersemangat untuk menjelajahi kampung, awalnya tidak begitu peduli dengan hujan tersebut, tapi aku baru sadar kalau ternyata aku tidak membawa payung.  Payung yang aku bawa, aku tinggalkan dirumah, karena saat pergi dari rumah, terlihat matahari masih bersinar cerah, jadi aku putuskan untuk meningalkannya.  Aku dan teman-teman bingung, apakah kami akan melanjutkan penjelajahan kami atau kembali ke rumah? Disatu sisi kita sudah berjalan cukup jauh, tapi di sisi lain kalau kita paksakan, bisa saja kita sakit. 

Kira-kira apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tunggu kelanjutan ceritanya yaaa...:)






12.11.2018

Resensi Buku Samantha (Risa Sarasvati)

Judul Buku: Samantha
Penulis:Risa Sarasvati
Penerbit: Bukune
Jumlah Halaman:190 halaman
Tahun terbit: 2018
Bahasa: Bahasa Indonesia
Jenis cover: Soft cover
Kategori: Novel
Harga: Rp. 67.100

Sinopsis: Buku ini menceritakan tentang salah satu teman Risa Sarasvati yang tidak kasat mata, yaitu Samantha.  Samantha merupakan salah satu hantu perempuan dengan kisah hidup yang cukup menarik.  Ia merupakan anak angkat di keluarga De Witt, salah satu keluarga kaya di Hindia Belanda saat itu.  Sejak ia terlahir di dunia, ia tidak pernah melihat ibunya, karena setelah melahirkan Samantha, ibunya meninggal dunia karena terkena penyakit.  Samantha hidup bahagia bersama keluarga angkatnya, namun walaupun segala kebutuhannya dipenuhi, ia tidak mendapatkan sedikitpun perhatian dari kedua orang tuanya.  Saat natal pun, kedua orang tuanya tidak mau mengantar Samantha kegereja, mereka masih sibuk dengan segala pekerjaan mereka.  Mereka selalu beralasan bahwa mereka bekerja untuk masa depan Samantha.  Sejak saat itu, hidup Samantha menjadi sangat membosankan.  Hingga suatu hari ia terkena penyakit, tapi dia sendiri tidak mengetahui, penyakit apa yang ia derita.  Semakin hari tubuh Samantha menjadi semakin lemah, hingga akhirnya ia hanya bisa terbaring di ranjang. Selama ia sakit ia hanya diurus oleh pembantunya, bahkan sekedar melihat anak angkatnya, kedua orang tuanya tidak mau.  Hingga akhir hayatnya Samantha masih menyimpan banyak pertanyaan, bingung penyakit apa yang selama ini ada di tubuhnya, dan kenapa orangtuanya begitu tidak peduli dengannya.Ingin tahu lebih banyak tentang kisah hidup Samantha? Baca bukunya yaa!!

Kelebihan: Buku ini ditulis menggunakan bahasa Indonesia baku,namun masih mudah dimengerti oleh berbagai usia.  Cerita dibuku ini ditulis dengan alur yang baik, sehingga tidak membingungkan pembaca. Cover buku ini memiliki gambar yang sangat bagus, sehingga bisa menarik perhatian pembaca. 


Kekurangan: Sejauh ini sih, saya tidak menemukan kekurangan di buku ini, tapi sepertinya akan lebih menarik, apabila ditambahkan ilustrasi di bagian dalam buku, karena ilustrasi yang digunakan di cover sudah sangat bagus. 


Sekian review buku dari saya, semoga bermanfaat...
Hasil gambar untuk gambar cover buku samantha

10.10.2018

Resensi Buku Douwes Dekker

Judul Buku: Douwes Dekker "Sang Inspirator Revolusi"
Pengarang: Seri Buku Tempo
Penerbit: Tempo dan KPG
Jumlah halaman: kurang lebih 168 halaman
Tahun terbit: 2012
Bahasa: Bahasa Indonesia 
Jenis cover: Soft Cover
Kategori: Sejarah
Seri: Seri Buku Tempo Bapak Bangsa



Sinopsis:
Buku ini menceritakan tentang kisah hidup Douwes Dekker, mulai dari masa kecilnya, kisah percintaannya sampai perjuangannya yang sangat berpengaruh terhadap revolusi Indonesia. Di dalam tubuhnya mengalir darah Belanda, Perancis, Jerman, dan Jawa, tapi semangatnya lebih menggelora ketimbang penduduk bumiputra. Ia, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker atau nama Jawanya adalah Danudirja Setiabudi, orang pertama yang mendirikan partai politik Indonesia. Meski bukan penduduk Indonesia tulen, ke mana-mana Ernest Douwes Dekker selalu mengaku sebagai orang Jawa.Ia mendedikasikan seluruh hidupnya demi kemerdekaan Indonesia. Sebagai penggerak revolusi, gagasan Ernest melampui zamannya. Konsep nasionalismenya mempunyai andil saat Sukarno mendirikan Partai Nasional Indonesia. Tapi ia hidup di pembuangan ketika proklamasi kemerdekaan dibacakan.

Bersama Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat, Ernest Douwes Dekker dibuang ke Belanda. Di situ pun tiga serangkai ini getol menyuarakan perjuangan Indische Partij. Berdarah campuran Eropa-Jawa, Ernest Douwes Dekker tumbuh di Pasuruan, kota kecil di pesisir utara Jawa Timur. Jiwa pemberontak pria yang masih memiliki hubungan darah dengan pengarang Max Havelaar, Eduard Douwes Dekker, ini mengental saat bekerja di dua perkebunan di kawasan rumahnya.


Kelebihan: Buku ini memiliki kisah yang sangat menarik, yang dikemas dengan bahasa baku dan mudah dimengerti.  Walaupun terkadang ada beberapa kata yang sulit dimengerti, tapi secara keseluruhan buku ini berisi kisah sejarah yang bermanfaat dan menarik.  Buku ini juga dilengkapi dengan gambar-gambar kuno tentang perjalanan hidup Douwes Dekker.  Disini kisah hidup Douwes Dekker dikupas sangat dalam, sehingga setelah kita membacanya, kita langsung tahu banyak tentang kisah hidup Douwes Dekker. 


Kekurangan: Mungkin kalau buku ini diganti covernya menjadi hard cover akan lebih menarik dan bernilai jual tinggi.  Selain itu, untuk saran mungkin gambar bisa diubah menjadi lebih menarik, soalnya ada beberapa gambar yang tidak atau kurang jelas, karena backgroundnya yang berwarna hitam.  



Hasil gambar untuk buku douwes dekker tempo


Sekian dari saya, semoga resensi buku ini bisa bermanfaat...
Terima kasih :)

9.07.2018

Ekspedisi Kampung Adat #1


Hari Rabu kemarin, tepatnya tanggal 5 September 2018, kami kelas 9 melakukan perjalanan pertama, yaitu perjalanan ke Kampung Cireundeu.  Kampung Cireundeu merupakan salah satu kampung adat yang terletak di Cimahi.  Konon katanya Kampung Cireundeu ini memiliki banyak budaya yang menarik untuk digali, salah satunya tentang rasi.  Apa itu rasi? Pasti kalian semua bertanya-tanya.  Nah untuk mengetahui lebih lanjut tentang rasi dan Kampung Cireundeu, lanjutkan bacanya yaaa😊
Kami sekelas berangkat ke Kampung Cireundeu pada pukul 07.30.   Kami menaiki beberapa angkot untuk bisa tiba di Kampung Cireundeu.  Kami akhirnya tiba pukul 9 pagi.  Setibanya disana, kami harus berjalan lagi cukup jauh untuk tiba di rumah yang kami tuju.  Disana kami bertemu dengan narasumber yaitu Kang Tri.  Tanpa menunggu lama, kami langsung memulai acara.  Disini Kang Tri banyak membagikan informasi tentang Kampung Cireundeu pada kami.  Kami juga banyak bertanya pada beliau, jadi kegiatan ini seperti kegiatan diskusi. 
Setelah kegiatan diskusi, kami diajak Kang Tri untuk mendaki salah satu gunung yang ada di kampung, yaitu gunung Puncak Salam.  Ada hal unik yang kami lakukan saat mendaki gunung, yaitu kami tidak diperbolehkan untuk mendaki menggunakan sepatu.  Jadi kami mendaki gunung tersebut dengan telanjang kaki.  Itu menjadi tantangan tersendiri untukku karena tanah di gunung banyak batu serta banyak daun kasarnya jadi cukup sakit juga saat mendakinya.  Cukup lama kami mendaki, sampai akhirnya kami tiba di puncak.  Disana kami mendengarkan beberapa cerita unik dari Kang Tri.  Saat kami tiba di puncak, terlihat awan sudah mulai mendung dan sepertinya mau hujan. 
Menurutku, mendaki gunung ini adalah pengalaman yang paling unik, menyenangkan dan baru untukku. Sebenarnya mendaki gunung sudah biasa, namun karena telanjang kaki jadinya baru untukku.  Awalnya aku takut untuk mendaki gunung tanpa alas kaki.  Awalnya aku pikir akan ada ular, kodok dan binatang lainnya.  Tapi ternyata baik-baik saja hanya kakiku kotor sekali terkena tanah dan batu.  Menyenangkan!!!
Setelah kami mendaki gunung, kami pun memutuskan untuk turun.  Setelah lama berjalan, akhirnya kami tiba di bawah.  Menurutku, proses turun gunung lebih susah dibandingkan saat naik gunung, karena kami harus menentukan pijakan mana yang pas agar kaki tidak sakit. Setelah tiba di bawah, kami mencuci kaki kemudian makan bekal.  Rasanya tenagaku sudah habis terkuras saat mendaki gunung.  Setelah makan, rasanya tenagaku sudah kembali lagi. 
Setelah itu kami mengikuti workshop membuat rasi.  Rasi sendiri adalah makanan pokok warga di kampung.  Rasi sendiri terbuat dari singkong.  Warga Kampung Cireundeu tidak ada yang makan beras, bahkan saat aku mewawancarai salah satu warga yang berumur  58 tahun ia menyatakan bahwa ia tidak pernah makan beras dan tidak tahu rasanya seperti apa. 
Setelah melakukan serangkaian acara yang melelahkan di Kampung Cireundeu, akhirnya selesai sudah perjalanan kami disana.  Kamipun pamit dengan Kang Tri dan beberapa warga disana.  Kemudian melakukan perjalanan pulang ke sekolah. 
...
Perasaan yang aku rasakan ada banyak sekali.  Semuanya bercampur aduk susah untuk dijelaskan.  Namun secara umum aku merasa senang bisa bertemu dengan orang-orang yang sangat hangat menyambut  dan bisa mendaki gunung.  Pokoknya hari itu merupakan hari yang sangat menyenangkan dan berkesan untukku!! 😊
Nilai yang aku dapatkan dari perjalanan kali ini ada banyak salah satunya adalah bahwa kami bisa mewariskan semuanya yang kita punya, asalkan kita punya komitmen dan memiliki tekad yang kuat.  Dan kita juga bisa kuat kalau kompak dan saling mengerti satu sama lain😊
...
Sekian cerita  perjalanan dan refleksiku saat ekspedisi kampung adat pertama.  Semoga ceritanya bermanfaat bagi kalian😊

9.06.2018

Proyek Diorama Padang Rumput

  Haii semuanya! Di tulisan blogku kali ini, aku akan membuat sebuah cerita tentang proyek pertamaku di kelas 9.  Di kelas 9 ini, proyek pertamanya adalah membuat sebuah maket.  Aku kebetulan dikelompokkan dengan Linus.  
Untuk membuat maket ini, dibutuhkan banyak perjuangan.  Suka dan duka dialami oleh setiap kelompok.  Pada awalnya, aku dan Linus diajak untuk riset tentang bentang alam dan memutuskan secara spesifik nama bentang alam yang akan kami buat maketnya contohnya: GUNUNG=GUNUNG RINJANI.  Aku dan Linus memilih padang rumput.  Setelah riset cukup lama, akhirnya aku dan Linus memutuskan untuk memilih Savana Sumba Timur yang terletak di NTT.  
Setelah riset, aku dan Linus diajak untuk membuat timeline agar yang kami kerjakan bisa terstruktur dan lebih jelas.  Di pembuatan maket ini, sering sekali terjadi kesalahpahaman antara murid dengan kakak.  Tapi bisa kami atasi walaupun sulit.  HEHEHE... 
 Setelah membuat timeline, aku diminta untuk menentukan skala yang akan kami gunakan kemudian menggambarkan rancangan maketnya di kertas berukuran A3.  Kami menyelesaikan rancangan ini dengan waktu yang cukup panjang.  Namun akhirnya bisa kami selesaikan dengan maksimal.  
Karena semua persiapan sudah kami lakukan, aku dan Linus pun mulai membuat maket kami.  Di kelas aku dan Linus adalah kelompok pertama yang mulai membuat maket.  Awalnya aku dan Linus membuat bukit kecil dengan bubur kertas.  Bubur kertas yang kami gunakan untuk membuat gunung ini sangat halus dan bisa dibilang sedikit gagal.  Kenapa bisa dibilang gagal? Karena bubur kertas yang terlalu halus akan menghilangkan tekstur kasar koran yang sebenarnya aku dan Linus inginkan.  Setelah itu aku dan Linus mulai membuat rumah-rumah warga yang jumlahnya tidak terlalu banyak.  Aku membuat rumah tersebut dengan tusuk sate yang di lem dengan lem tembak.  Membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk membuat rumah tersebut.  Setelah membuat rumah, aku dan Linus berbagi tugas.  Ada yang mengecat rumahnya, membuat peternakan dan ada yang membuat orang.  
 Setelah semuanya selesai, aku dan Linus melanjutkan membuat bukit karena waktu itu bukitnya belum selesai.  Kami sempat gagal dalam membuat bukit tersebut karena bubur kertas yang terlalu halus atau bubur kertas yang terlalu kasar.  Namun setelah kami melakukan riset lebih lanjut dan bertanya kepada narasumber, akhirnya kami bisa membuat bukit yang bagus dan sesuai dengan harapan kami.  Karena bukit sudah jadi, akhirnya aku dan Linus memutuskan untuk langsung mengecatnya.  Tapi sebelum kami mengecat, aku melapisi bukitnya dengan gipsum terlebih dahulu. 
Setelah bukitnya selesai, aku dan Linus merasa khawatir dan takut karena masih banyak yang harus kami kerjakan, seperti hewan dan pohon sedangkan waktu yang tersisa hanya tinggal sedikit lagi. 
1 minggu terakhir, aku dan Linus fokus mengerjakan proyek.  Kami banyak membagi tugas, karena apabila kami kerjakan bersama tidak akan selesai.  DI minggu terakhir, aku mengerjakan sebagian besar hewan sedangkan Linus mengerjakan pohon.  Setelah semua elemen selesai dengan maksimal, aku dan Linus mulai menempelkannya di tripleks. 
Sebelum menempelkannya di maket, aku dan Linus sempat melapisi alasnya dengan serbuk kayu yang sudah diberi warna hijau.  Jadi rumput yang ada di padang rumput lebih terlihat.  Setelah itu, aku dan Linus mulai menempelkan objek-objeknya, seperti rumah, pohon serta hewannya.  Khusus untuk hewan, sebelum ditempelkan aku celupkan dulu ke cat agar terlihat lebih real.  Setelah semua elemen ditempelkan aku melakukan beberapa finishing agar maket terlihat lebih bagus. 
Berikut ada foto-foto hasil maket padang rumputku... 

Sekian sharingku tentang proses pembuatan maket pertamaku di kelas 9 ini.. Semoga bermanfaat😊


8.12.2018

Resensi Buku The Whole Nine Yards

Judul buku: The Whole Nine Yards
Penulis: Pia Devina
Penerbit: DIVA Press
Jumlah halaman:228 halaman
Tahun terbit: September 2017
Bahasa: Bahasa Indonesia, Bahasa Jerman ( sedikit ) 
Jenis cover: Soft cover
Kategori: Novel
Blurb: Gimana rasanya melihat orang yang sudah lama kamu cintai menjadi kekasih adikmu? 

Aku harap, kamu masang ekspresi kayak sekarang kamu lihat Nala itu buat aku.  Buat aku.  Bukan buat adikku. (Varuni Anandita) 

Bersiaplah untuk jatuh cinta padaku, Varuni Anandita (Benjamin Werner)

Perasaanku untuk kamu Run.  Bukan buat Nala (Edra Maheswara)



Sinopsis: Buku ini bercerita tentang kakak beradik, yaitu Runi dan Nala.  Runi yang sudah berteman dengan Edra selama 10 tahun sadar, bahwa ia sebenarnya menyimpan rasa yang lebih dari sekedar teman pada Edra.  Tak mungkin ia mengutarakan apa isi hatinya juga pada Nala, adiknya. Edra dan Nala memang sudah saling mencintai dari lama. Ternyata, hati memang tidak bisa dibohongi. Semakin lama perasaan Runi untuk Edra semakin berkembang seiring dengan sifatnya Edra yang semakin perhatian. Hingga tiba saatnya, Runi dan Nala harus pindah ke Jerman dan berpisah dengan Edra.  Bagaimana kelanjutan kisah cinta Runi? Apakah Edra sadar, bahwa selama ini Runi menyimpan rasa untuknya? Baca buku ini yaa!

Kelebihan: Buku ini memiliki kisah yang sangat seru untuk dibaca oleh anak remaja. Selain itu kata-kata yang digunakan dalam buku ini mudah dimengerti.  Walaupun menggunakan bahasa Jerman, tapi ada terjemahannya di bagian bawah buku, sehingga tidak membingungkan para pembaca.  Layout didalam buku ini juga unik.  Jangan salah, layout buku bisa mempengaruhi mood baca loh.. Selain itu, buku ini menggunakan sudut pandang orang pertama.  Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, pembaca memang benar-benar di bawa ke dalam perasaan tokoh utamanya, jadi emosi yang ada didalam buku ini sangat terasa.  Tokoh yang dihadirkan dalam buku ini juga sangat menarik.  Walaupun tokohnya tidak terlalu banyak, namun penulis bisa memperlihat karakter setiap tokohnya dengan jelas. 

Kekurangan: Mungkin buku ini akan lebih menarik kalau dicetak dengan hard cover.  Gambar yang  digunakan untuk cover sudah menarik menurutku, jadi kalau pakai hard cover pasti akan lebih banyak menarik perhatian para pembaca.  Menurutku, konflik yang dihadirkan di buku ini masih terlalu ringan.  Mungkin akan lebih seru lagi kalau konfliknya lebih berat. 

Sekian review buku dari saya, semoga bermanfaat :))
Hasil gambar untuk gambar buku the whole nine yards