12.14.2019

Resensi Buku The Undomestic Goddess

Judul Buku: The Undomestic Goddess (Bukan Cewek Rumahan)
Penulis:Sophie Kinsella
Penerbit: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 559 halaman
Tahun terbit: 2005
Bahasa: Bahasa Indonesia
Jenis cover: Soft cover
Kategori: Novel

Cover Belakang: Samantha adalah pengacara top di London.  Ia bekerja sepanjang waktu, tidak ada waktu untuk diam di rumah dan hanya punya satu cita-cita, meraih posisi rekanan di biro hukum ternama.  Seluruh hidupnya dipacu tekanan dan semburan adrenalin.  Hingga suatu saat.... ia membuat satu kesalahan.  Satu kesalahan fatal yang menghancurka seluruh kariernya.  Samantha yang shock berat langsng kabur dari kantor, naik kereta pertama yang dilihatnya dan mendapati dirinya berada di desa antah berantah.  Karena kesalahpahaman, pengacara lulusan Cambridge ber-IQ 158 itu menerima pekerjaan sebagai pengurus rumah tangga, padahal ia bahkan tidak tahu cara menghidupkan oven.  Ini adalah kisah tentang seorang gadis yang perlu sedikit santai. Menemukan jati dirinya. Jatuh cinta dan mengetahui bagaimana cara menghidupkan oven.  

Sinopsis: Buku ini menceritakan tentang gadis muda bernama Samantha yang berprofesi sebagai pengacara.  Secara tidak langsung, orang tuanya yang berprofesi sebagai pengacara menuntut Samantha untuk menjadi pengacara ternama.  Karena itulah, Samantha selalu sibuk, tidak pernah diam di rumah, melakukan hobinya, bahkan ia hanya bisa berada di rumah saat tidur. Di weekend pun ia selalu bekerja ke kantor.  Samantha sangat mengidolakan posisi rekanan di Carter Pink, salah satu biro hukum ternama di London.  Untuk bisa mencapai itu, Samantha perlu bekerja sangat keras, hingga ada salah seorang temannya yang mencoba menjatuhkan Samantha, agar tidak mendapatkan posisi tersebut.  

Teman Samantha yang licik tersebut, berhasil membuat Samantha disalahkan oleh semua orang yang bekerja di biro hukum ternama tersebut, dan berhasil menjatuhkan nama SAMANTHA.  Tidak tahu harus melakukan apa, akhirnya Samantha kabur dari kantor dan pergi entah kemana dengan uang yang seadanya.  Karena panik, tanpa ia sadari, ia malah berhenti di sebuah desa yang berbeda sekali dengan tempat tinggalnya selama ia bekerja sebagai pengacara.  Disana ia bekerja sebagai seorang pengurus rumah tangga, yang perjanjiannya ia sepakati saat sedang mabuk.  Bayangkan apa yang terjadi?? Selama bekerja sebagai pengacara, bahkan ia tidak pernah menggunakan oven dan microwave di apartemennya, dan sekarang ia harus melakukan hal-hal tersebut.

Disana ia bertemu dengan salah seorang tukang kebun, orang pertama yang menyadari kalau Samantha tidak bisa menggunakan semua barang-barang tersebut. Namun ternyata tukang kebun tersebut baik sekali, ia menawari Samantha untuk belajar memasak dengan ibunya.  Awalnya Samantha menolak, tapi setelah dipikir-pikir ia butuh juga belajar memasak.  Begitu banyak lika liku dalam kehidupan Samantha selama ia hidup disini.  Sampai akhirnya ia jatuh cinta kepada sang tukang kebun dan memutuskan untuk melupakan kariernya sebagai pengacara, yang tadinya sangat ia impikan.  Ia tahu, ia akan dimarahi orangtuanya bila ia meninggalkan kariernya sebagai seorang pengacara.  Kira-kira bagaimana kelanjutan kisah Samantha? 


Kekurangan: Menurut saya, cover buku ini kurang menarik karena warnanya yang kurang beragam dan gambarnya yang terlalu sederhana.  Mungkin akan lebih menarik kalau diberi tambahan warna lain dan gambar yang lebih beragam.  Selain itu bahan kertas yang tipis membuat buku ini cepat rusak, mungkin akan lebih baik kalau bahan diganti dengan kertas yang lebih tebal. 

Kelebihan:  Cerita dari buku ini menarik sekali.  Alur yang digunakan membuat pembaca jadi tidak mau berhenti membaca dan kata-kata yang digunakan mudah dimengerti.  Selain itu, ukuran buku yang kecil membuat buku ini mudah dibawa.  

COVER BUKU

12.11.2019

Resensi Buku Mini Shopaholic

Judul Buku: Mini Shopaholic
Penulis:Sophie Kinsella
Penerbit: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 567 halaman
Tahun terbit: 2010
Bahasa: Bahasa Indonesia
Jenis cover: Soft cover
Kategori: Novel Dewasa (untuk usia 17+)

Cover belakang: Becky Brandon berpikir mudah saja menjadi ibu, dan putrinya akan menjadi teman belanja seumur hidup!  Tapi Minnie yang baru 2 tahun ternyata memiliki pendekatan yang berbeda dalam berbelanja.  Dia sering menjerit "Mauuuu!" tanpa pandang bulu, menciptakan kekacauan dari Harrods sampai Harvey Nichols, suka memanggil taksi untuk pergi ke toko, bahkan memesan baju di eBay tanpa bilang-bilang.  Sementara itu, negara mereka dilanda krisis keuangan. Semua orang melakukan pengikatan ikat pinggang, padahal Becky dan Luka masih tinggal di rumah orangtua Becky.  Rencana untuk membeli rumah pun gagal.  Untuk embangkitkan semangat, Becky memutuskan membuat pesta kejutan dengan biaya hemat.  Tapi bukan Becky namanya kalau tidak terlibat dalam masalah yang lebih rumit.  Sanggupkah Becky mengatasinya? Apakah harapan rahasianya dapat menjadi nyata?


Sinopsis:Buku dengan 567 halaman ini memiliki cerita yang cukup unik dan rumit.  Dicerita ini, diceritakan Becky, sebagai ibu muda yang hobi sekali berbelanja, sedangkan suaminya, Luke merupakan orang yang bisa dibilang gila kerja.  Ia pergi pagi pulang sore, bahkan ia seringkali melupakan acara keluarga, bahkan acara ulang tahunnya sendiri ia lupakan hanya karena pekerjaan. Keluarga unik ini memiliki 1 anak bernama Minnie yang hobi sekali berbelanja (tentunya karena melihat kebiasaan sang ibu) dan seringkali membuat heboh toko. Bahkan Minnie sempat memesan 16 jaket berharga mahal melalui eBay.


Sikapnya itu seringkali menimbulkan prasangka buruk kepadanya. "Minnie anak yang bodoh!" dan "Minnie tidak bisa diatur" adalah kata-kata yang tidak asing lagi didengar Becky.  Karena itulah Becky tidak menyekolahkan Minnie, bahkan sampai ia sudah hampir berumur 4 tahun.  Hidupnya yang terlalu mewah membuat ia selalu lupa menyisihkan uang untuk membeli rumah.  Hingga suatu saat ada krisis keuangan yang menyebabkan ia harus lebih berhemat dan berhenti berbelanja barang-barang mewah.


Karena tidak bisa melakukan hobinya Becky merasa stress, ditambah lagi melihat kondisi keluarganya yang jarang sekali bisa berkumpul.  Oleh karena itu, Becky mencoba merencanakan suatu acara yang akan dilaksanakan di hari ulang tahun suaminya.  Selain untuk menyatukan kembali keluarganya, ia juga ingin memberikan kejutan kepada suaminya di hari ulang tahunnya, yang selama ini sering dilupakan. Becky membuat acara ini secara diam-diam dan tidak diketahui Luke.  Awalnya semua terlihat berjalan dengan lancar, tapi beberapa hari sebelum acara Luke ternyata tidak bisa datang.  Bagaimana bisa, justru bintang acara tidak bisa datang?? Apa yang akan Becky lakukan untuk membujuk suaminya?



Kekurangan: Buku ini memiliki beberapa konten dewasa, jadi kurang cocok dibaca oleh anak dibawah usia 17 tahun.  Bahan untuk halaman bukunya juga menurut saya kurang bagus, karena tipis, sehingga mudah robek dan rusak. 


Kelebihan: Gambar di cover buku ini menarik sekali, walaupun bisa dibilang abstrak, tapi menarik perhatian dan cocok dengan isi cerita.  Pemilihan warnanya juga bagus. Selain cover, tata kalimat didalam buku ini juga enak dan cocok, sehingga pembaca tidak sulit untuk mengerti.  Bentuk buku yang bisa dibilang kecil ini juga unik dan menarik.  Saya sendiri sering membawa dan membaca buku ini dimana-mana karena bentuknya yang kecil sehingga mudah dibawa. 


Cover Buku


11.07.2019

Budidaya Maggot


Selama semester 1, kegiatanku di KPB terbilang cukup padat.  Aku banyak mengerjakan proyek dan bertemu dengan komunitas atau orang-orang baru.  Salah satu komunitas yang aku temui adalah YPBB yang merupakan singkatan dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi.   Kelas 10 bersama YPBB berkolaborasi untuk mengerjakan proyek sistem sampah yang rencananya akan dijalankan di Semi Palar.  



Kami berfoto bersama Pak RW dan beberapa pengurus
Tanggal 6 November kemarin, kami, kelas 10 berkegiatan di daerah Cimahi untuk melakukan riset tentang maggot.  Apa sih maggot itu? Maggot merupakan salah satu jenis larva yang digunakan untuk membantu menguraikan sampah organik, seperti sampah dapur.  Maggot sendiri adalah anak dari jenis lalat Black Soldier Fly yang berwarna hitam dan konon katanya berprotein tinggi.  



Sekitar jam 9, kita berangkat ke Cimahi dan bertemu dengan salah satu pengurus yang bernama Pak Mus.  Sebelum kami melihat pembudidayaan maggot, kami dijelaskan terlebih dahulu apa itu maggot, apa latar belakang masyarakat disana membudidayakan maggot dan sebagainya. Awalnya masyarakat di daerah sana sangat tidak peduli dengan sampah, mereka membuang sampah sembarangan dan masih menyatukan sampahnya, antara yang organik dan anorganik, tapi sejak 2017, beberapa orang bersama dengan YPBB memulai Gerakan Zero Waste yang sampai sekarang masih dilaksanakan.  Ternyata Gerakan tersebut berhasil dilakukan sehingga wilayah tersebut (RW 17) mendapatkan cukup banyak penghargaan dari pemerintah perihal pengelolaan sampah.  




Bebek peliharaan yang diberi makan maggot
Setelah selesai dijelaskan, kami langsung  berjalan ke tempat pembudidayaan maggot.  Perjalanan memakan waktu sekitar 5 menit.  Saat masuk, ternyata disana tidak hanya ada pembudidayaan maggot, tapi ada pembudidayaan lalatnya juga. Selain itu di sana ada pembudidayaan ayam serta bebek. Ternyata maggot yang digunakan untuk memakan sampah organik dijadikan pakan ayam dan bebek juga karena sifatnya yang tinggi protein.  Menurutku ini menarik karena aku dengar penjelasan dari Pak Mus, di masa depan protein (seperti ayam, sapi dan kambing) bisa saja digantikan dengan maggot.  Walaupun aku tidak bisa membayangkan, akan seperti apa nanti jika aku harus mengkonsumsi makanan berbahan dasar maggot di masa depan.  😊



Cara membudidayakan maggot sebenarnya tidak terlalu sulit, tapi langkah awal yang harus dilakukan adalah menemukan lalat dengan jenis yang tepat terlebih dahulu.  Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membudidayakan lalat tersebut.  Di Cimahi sendiri kandang lalat terbuat dari jaring yang tidak lupa diberikan atap.  Dalam waktu yang cukup singkat, lalat tersebut sudah bisa berkembang biak.  Selanjutnya, larva lalat tersebut akan dikeluarkan dari kandang dan dipindahkan ke tempat  dimana ada banyak sekali sampah organik, mulai dari sisa sayuran, daun-daun kering sampai bangkai ayam.  Anehnya sampah-sampah tersebut tidak sebau kalau kita temukan di jalan.  Ya walaupun masih tetap ada baunya, tapi tidak menyengat. 




Disana terlihat maggot makan dan bertumbuh sangat cepat.  Katanya maggot ini bisa mengolah sampah organik dengan cepat dan banyak.  Itulah sebabnya, maggot itu gemuk-gemuk sekali.  Selain itu karena karakternya yang bisa dengan cepat menguraikan sampah organik, maggot juga banyak dicari orang.  Usia maggot tidak terlalu lama, setelah masa perkembangbiakannya usai biasanya mereka akan mati.  



Maggot yang sedang dikembangbiakan
Pak RW menjelaskan kalau maggot akan lebih cepat menguraikan sampah kalau yang diberikan adalah sisa sampah dapur.  Disana aku sempat melihat ada 1 sampah daun yang sepertinya sudah cukup lama dimasukkan ke tempat maggot berkembang biak dan bentuknya masih utuh, tidak banyak berubah, sedangakn sampah dapur seperti sisa potongan sayur sudah banyak yang hancur. 
Setelah melihat pembudidayaan maggot, kita dijelaskan tentang pembudidayaan ayam, bebek dan beberapa tanaman.  DIsana mereka sudah menghasilkan telur ayam dan telur bebek sendiri yang bisa dibilang telur organik.  Untuk makan bebeknya, mereka menyediakan satu tempat (seperti genangan air).  Disana biasanya bebek makan dan berenang.  Untuk memanfaatkan lahan, mereka menggunakan tempat tersebut untuk menanam kangkung juga.  Menurutku ini menarik karena aku baru pertama kali melihat dengan mata sendiri tentang sistem kombinasi (budidaya maggot, budidaya bebek dan ayam dalam satu tempat yang sama) 




Hal menarik lain yang aku dapatkan selama berkegiatan disana adalah tentang maggot karena aku baru tahu maggot saat berkunjung kesana.  Ternyata budidayanya juga tidak terlalu sulit, tapi manfaat maggot untuk manusia sangatlah banyak.   Selain itu aku juga cukup tertarik dengan masyarakat disana, karena ternyata cukup banyak masyarakat di Bandung yang sudah peduli dengan bahayanya sampah, karena selama ini aku sering malihatnya manusia yang tidai peduli dengan sampah, dengan buang sampah sembarangan, menggunakan plastik sekali pakai dan sebagainya.  Aku harap seiring berjalannya waktu, semakin banyak masyarakat yang sadar bahayanya sampah dan mau untuk mengurangi dan memilah sampahnya untuk masa depan yang lebih baik. 




Dari kegiatan ini, aku terinspirasi untuk menerapkan sistem kombinasi (dengan budidaya maggot) juga di Semi Palar, karena sepertinya akan menarik sekali apabila sistem ini diterapkan di Semi Palar.  Selain untuk membantu sistem sampah, bisa juga jadi bahan edukasi untuk murid-murid yang lebih kecil.  Selain budidayanya yang gampang, ternyata ada cukup banyak manfaat maggot selain untuk menguraikan sampah organik.  Selain itu aku juga terinspirasi untuk lebih peduli lagi dan lebih keras perihal sampah.  Contohnya melawan rasa malas untuk memisahkan sampah organic, anorganik untuk ecobrick maupun sampah anorganik biasa, karena orang-orang diluar sana juga bisa melakukan, kenapa aku tidak bisa.  Terakhir inspirasi yang aku dapatkan adalah untuk menerapkan maggot di Bandung, dimulai dari rumah dan sekolah, karena menurutku ini cukup efektif untuk mengurangi sampah organik.  Budidaya yang gampang dan sifatnya yang lebih efektif dan cepat menjadi factor pertimbangan penting.  


10.23.2019

Melakukan Door To Door Education Di Cimahi?? Seru Gak Ya??

Hari ini, KPB kelas 10 berkegiatan bersama YPBB, salah satu komunitas peduli sampah di Bandung.  Sekitar jam 9, kami bertemu di depan Kantor Kelurahan Cibeureum dan bertemu dengan anggota YPBB dan beberapa kader. Rencananya hari ini kami akan melakukan DTDE (door to door education).  DTDE sendiri sudah dilakukan oleh YPBB sejak lama.  Kali ini kami berkesempatan untuk mencoba melakukannya di Cimahi.  Tema DTDE ini adalah bagaimana masyarakat mengelola dan memilah sampahnya. 

Setelah semuanya berkumpul, kita dibagi menjadi 2 kelompok.  Aku bersama Marius, sedangkan Abrar dengan Kak Jeremy. Kebetulan kelas kami hari ini banyak yang tidak masuk, jadi orangnya hanya sedikit.  Setelah dibagi kelompok, kami langsung berkumpul dengan kadernya masing-masing.  Kebetulan aku akan melakukan DTDE di RT 5.  


Kami berkumpul dan melakukan briefing awal




Aku mencoba menjelaskan mengenai pemilahan sampah
Prosesnya menurutku menarik, karena kita banyak berinteraksi dengan orang lain.  Aku sendiri suka kalau ada kegiatan mengedukasi dengan orang yang tidak aku kenal sebelumnya, karena menurutku ini lebih menantang dan seru.  Pertama-tama kita akan mengetuk pintu rumah setiap warga, kemudian melakukan perkenalan dan menjelaskan tujuan.  Setelah mereka mengerti, baru kita akan menjelaskan mengenai pemilahan sampahnya.  


Perasaanku melakukan kegiatan ini adalah senang, karena bisa belajar banyak hal baru.  Belajar menerima reaksi orang-orang yang berbeda-beda saat kita datang dan belajar menghadapi orang yang beragam.  Walaupun panas, tapi entah kenapa hari ini rasanya aku tidak lelah sama sekali.  Kami berkeliling ke rumah warga ditemani dengan ibu kader, beberapa anggota YPBB dan beberapa penggiat di desa tersebut.  Yang membuat tambah seru menurutku karena ibu-ibunya terbuka dan ramah sekali denganku, kami banyak mengobrol dan bercanda bersama, jadi perjalanannya terasa singkat.  

3 hal yang menurutku sudah bagus dari kegiatan ini adalah pertama bagaimana ibu kader dan anggota YPBB mempresentasikan atau menjelaskan mengenai pemilahan sampahnya, karena tadi tidak ada orang yang menolak melakukan hal tersebut.  Menurutku ini bagus, bagaimana mereka bisa menyusun kalimat mengajak yang sesuai dan menggunakan bahasa yang cocok.  Kedua, tujuannya, karena kalau dibahas lebih dalam, tujuannya cukup banyak dan kompleks, tapi bagaimana mereka meringkasnya menjadi singkat agar masyarakat bisa lebih mudah mengerti dan mau melakukannya.  Terakhir, yang menurutku sudah bagus adalah caranya karena unik.  Selama ini tidak pernah terpikirkan olehku untuk melakukan door to door education, dengan mengetuk rumah satu persatu, tapi ternyata ada loh orang diluar sana yang melakukannya.  

3 hal yang menurutku bisa diperbaiki adalah bagaimana melakukan edukasinya, karena terkadang karena terlalu banyak orang, pemilik rumah jadi malas atau takut keluar.  Mungkin mereka berpikir ada sesuatu sampai rumahnya didatangi banyak orang,  Mungkin selanjutnya bisa dibagi saja, jangan terlalu banyak yang datang ke 1 rumah, agar pemilik rumah tidak merasa terintrogasi.  Kedua yang bisa diperbaiki adalah media yang digunakan karena menurutku dengan pakai kertas dan stiker kurang efektif dan malah menghasilkan sampah.  Masyarakat yang diberikan poster juga belum tentu menyimpan atau mengingat posternya karena hanya selebaran.  Takutnya karena edukasi belum terlalu masuk ke masyarakat, setelah DTDE selesai mereka tidak peduli dan malah membuang poster yang diberikan.  Terakhir yang bisa diperbaiki adalah mindset orang yang melakukan. Terkadang mereka yang memberikan edukasi,  malah menghasilkan sampah didepan orang yang sedang diedukasi, karena itu kan sama saja tidak mengedukasi dengan baik.  

Kami setelah selesai melakukan DTDE

10.18.2019

Grogak

15 September 2019, aku dan keluargaku pergi ke Grogak, tempat yang menjadi tujuan utama kami ke Singaraja.  Perjalanan dari rumah nenekku ke Grogak memakan waktu kurang lebih 1 jam.  Di perjalanan, kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah dimana di sisi sebelah kiri sawah-sawah terhampar luas dan disisi kanannya ada laut yang sangat luas.  Indah sekali… ditambah lagi cuacanya sedang cerah jadi indah sekalii..
Pemandangan Selama di Perjalanan




Tanpa terasa kami hampir sampai di lokasi.  Tepat di depan Polsek Grogak ada jalan kecil dan disanalah mobil kami belok.  Jalan masuk ke kebun di Grogak terbilang kecil jadi harus pelan-pelan sekali karena di sebelahnya ada banyak sekali tanaman berduri. Tak lama, kami pun masuk ke lahan milik penjaga kebun kami, bernama Ibu Wayan Kapuk.  Beliau beserta suaminya merupakan penjaga kebun yang sudah menjaga kebun sejak awal.  Di lahan miliknya ada 2 babi yang gemuk-gemuk yang sedang bersantai di bawah kumpulan pohon pisang.  
 









Begitu kami turun dari mobil, aku langsung mengambil kamera dan memotret babi-babi tersebut.  Ini merupakan pertama kalinya aku melihat dari dekat babi berwarna hitam, biasanya hanya melihat dari foto atau TV, itupun babinya yang berwarna pink. Lalu, kami masuk dan bertemu dengan penjaga kebun.  Rumahnya masih sederhana dan didepan rumahnya ada pohon rindang dengan kursi di bawahnya, sehingga kita bisa duduk santai di bawahnya.


Di sebelah tempat duduk ada saung kecil dengan 4 kandang ayam diatasnya.  Saat aku melihat saung tersebut ada seekor ayam yang sedang mengerami telur.  Menurutku ini menarik, karena baru pertama kali melihat ayam yang sedang mengerami telurnya dari dekat.  Di dekat situ, ada sebuah sumur besar dan WC.  Sumurnya juga masih terbuat dari batu.
 



Ayam sedang mencari makan



Ayam yang sedang mengerami telur





Disana semuanya masih asri.  Udaranya bersih, banyak tanaman hijau dan alami.  Ayam-ayam yang ada disana tidak ada yang diberi kandang, babinya juga dibiarkan bebas berkeliaran di kebun.  

 
Tak lama, anak pemilik kebun itu keluar dari rumah dengan mambawa teh manis hangat.  Kami mengobrol cukup lama.  Kami juga mengenalkan kepada mereka tentang ecobrick, karena kebetulan disana, cukup banyak sampah plastik yang bertebaran dan botol-botol plastik bekas yang sudah dikumpulkan. 

 

Setelah itu anak pemilik kebun mengajakku melihat-lihat lingkungan sekitar.  Aku melihat ada 1 lagi kandang babi dan ada anak-anak babi yang sudah lumayan besar yang dilepas di kebun. Aku mencoba memegang babinya dan ternyata bulunya tajam dan kasar.  Awalnya aku pikir babi itu akan menyerang tapi ternyata mereka ramah sekali. 



Ada beberapa ayam yang berjalan-jalan sekitar rumah.  Ternyata lahannya cukup besar dan disana ada juga pohon mangga  yang ada tangganya, jadi kita bisa memanjat pohon tersebut.  








 

Tak jauh dari pohon mangga itu, ada 2 ekor sapi yang sedang makan.  Sapi yang satu melihatku terus saat aku ingin mengambil foto.  Mungkin dia sadar kamera hahahahaha.  Setelah mengambil foto, aku memberikan rumput ke sapi-sapi itu dan mereka mau memakannya dengan lahap.  Bahkan ada 1 sapi yang sempat menjilat tanganku.   


Saat itu cuaca cukup panas, jadi cukup melelahkan rasanya berjalan mengelilingi lahan tersebut.  Tapi menurutku itu menyenangkan karena menjadi pengalaman baru untukku.  Setelah itu, kami pergi ke lahan nenekku yang tak jauh dari sana.  Dimobil, penjaga kebun, Ibu Wayan Kapuk banyak bercerita dengan kami.  Walaupun ia bercerita dengan Bahasa bali, tapi untungnya aku cukup mengerti dengan apa yang ia bicarakan.  

Ternyata kebun nenekku letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Ibu Wayan Kapuk.  Berbagai jenis tanaman tumbuh disana, mulai dari singkong, pohon sawo, pohon kelapa, pohon pisang, pohon jeruk sampai pohon jambu.  Ternyata disana juga ada banyak sapi berwarna coklat yang sedang makan.  Ibu Wayan langsung menuju ke pohon pisang dan memetik pisang, mengambil daun dan dahan pisangnya. 



 Sebagai penganut agama Hindu, nenekku setiap harinya memerlukan daun pisang dan janur untuk membuat sesajen.  Setiap bulan purnama dan tilem (bulan mati) orang Hindu akan melakukan sembayang di pura.  Untuk itu diperlukan juga janur (busung dalam bahasa Bali), bunga dan buah-buahan terutama pisang. Oleh sebab itu, nenekku bisa dibilang sering mengambil bahan-bahan untuk sembayang dari kebun. Kali ini, yang dibawa dari kebun adalah daun pisang dan buahnya, janur dan singkong. MObil seketika saja langsung penuh.  


Aku sendiri juga mendatangi sapi-sapi yang tadi sedang makan.  Dan ternyata diantara sapi-sapi yang besar ada seekor anak sapi.   Lalu aku melihat, Pak Putu (suami Bu Wayan) memotong daun pisang yang masih muda untuk diberikan ke sapi.  Seketika akupun ingin ikut membantu. Pantas saja dari tadi aku memberi sapinya rumput ia tidak mau makan, tapi saat bapak penjaga kebun memberikan daun pisang, mereka langsung makan dengan lahap.  Yang menjadi makanan sehari-hari sapi-sapi tersebut adalah pohon pisang, mulai dari batang, daun sampi jantung pisang. 




Foto Anak Sapi



Aku mencoba mengambil air dari sumur
Setelah itu, aku kembali menjelajah kebun.  Tak jauh dari tempat sapi, ada ruangan kecil untuk berteduh dan disebelahnya ada sumur dari batu. Karena belum pernah menimba air dari sumur, aku pun iseng mencoba.  Ternyata menimba air dari sumur tidak semudah yang aku bayangkan.  Ternyata cukup sulit untuk memasukkan air ke dalam embernya dan saat ditarik, berat sekali.  Setelah berhasil menaikkan air, aku membasuh kaki dan tangan.  Airnya dingin sekali dan jernih.  



Diseberang sumur, ada tungku kecil untuk masak air atau membakar ikan. Tungkunya dari batu dan dibawahnya ada kayu bekas bakaran. 

 
Tungku Api


 Setelah puas melihat dan mengambil foto di kebun, aku kembali mengobrol dengan bapak penjaga kebunnya. Dari pembicaraan tersebut, aku mengetahui kalau tidak jauh dari sini ada penangkaran ikan dan disebelahnya adalah pantai.  Mendengar kata pantai, tubuh yang tadinya terasa lelah langsung segar kembali.  Otomatis aku langsung bertanya “Kemana pak arahnya? Jauh ga?” setelah beliau menjelaskan, tanpa menunggu lama, aku langsung berjalan ke pantai.  


Karena panas matahari yang menyengat, perjalanan terasa jauh sekali.  Saat sudah dekat, terlihat laut biru dengan ombak yang berdebur-debur.  Aku berlari dan langsung terkejut dengan pantai yang ada didepan mata.  Disamping-sampingnya ada banyak kapal nelayan dan ada pasir hitam dan batu-batu bertebaran.  Biasanya pantai di bagian utara bali, pasirnya hitam dan lebih banyak batu besarnya. Jadi tidak seasyik ketika bermain di pantai bagian selatan Bali.  Aku langsung turun dan membasahi kakiku dengan air laut. Senang sekali rasanya, setelah panas-panasan di kebun, membasuh kaki dan tangan di pantai.