12.19.2018

Bikin Karya Tulis Ilmiah?? #1

          Karya tulis ilmiah, merupakan karya terbesar di semester 1 kelas 9.  Panik dan takut merupakan perasaan yang aku rasakan, saat tahu bahwa proyeknya adalah membuat sebuah karya tulis ilmiah.  Jujur aku merasa tidak PD saat diajak untuk membuat makalah.  Aku memang suka menulis, tapi tidak untuk menulis sebuah karya yang formal, seperti makalah.  Saat itu, aku sangat tidak terbayang, akan seperti apa karya tulis ilmiahku nanti.  

          Sebelum kita memulai pembuatan karya tulis ilmiah, kakak mengajak kita untuk brainstorming terlebih dahulu, agar lebih terbayang topik apa yang bisa kami bahas secara mendalam.  Setelah cukup lama melakukan brainstorming, akhirnya kami menemukan 3 topik besar yang akan kami jadikan topik karya tulis ilmiah, yaitu budaya, sejarah dan pertanian.  Aku sendiri memilih topik sejarah.  Hobiku mencari tahu tentang sejarah sangat besar.  Dalam kehidupan sehari-haripun aku suka sekali mempelajari sejarah.  Banyak orang bilang, sejarah itu memusingkan, tidak seru, dan mereka mengatakan bahwa aku aneh, karena bisa menyukai sejarah.  Tapi aku tidak peduli, selama aku menyukainya, kenapa tidak aku lakukan? 

          Untuk melengkapi karya tulis ilmiah, aku dan teman-teman melakukan sebuah observasi ke kampung adat di Sumedang, yaitu Kampung Rancakalong.   Sebelum berangkat, aku dan teman-teman melakukan banyak persiapan, mulai dari barang sampai persiapan fisik. Tidak terasa, tinggal 3 hari lagi kami berangkat.  Sebelum berangkat, aku sempat sakit dan tidak masuk sekolah.  Aku yang awalnya sudah sangat bersemangat jadi lesu dan tinggal berharap agar saat berangkat nanti sudah sehat.  




...

          Selasa, 23 Oktober, aku dan teman-teman berkumpul di halte bis Dipatiukur, depan Unpad.  Aku merupakan orang kedua yang datang.  Saat tiba disana, sudah ada kakak kelas juga Kak Diki, selaku koordinator jenjang SMP.  Aku sendiri bingung kenapa ada Kak Diki, dipikiranku, Kak Diki akan ikut, tapi ternyata tidak.  Setelah kami semua naik ke bis, Kak Diki pergi.  Aku sedikit kecewa saat tahu kalau Kak Diki tidak ikut, karena kalau Kak Diki ikut, biasanya perjalanan akan sangat menyenangkan.  Selama di bis, kami semua mengobrol dan bercanda bersama.  Saking serunya, kita sampai tidak sadar, kalau kita sudah tiba di Jatinangor, perhentian bus kita.  

        Setelah kita turun, kita disuruh untuk mencari angkot oleh kakak, agar bisa sampai di Kampung Rancakalongnya.  Cukup sulit untuk mendapatkan angkot yang murah, karena kebanyakan dari mereka minta diatas 150.000, sedangkan kita harus menghitung uang agar cukup untuk disana nanti.  Memang disana kita tinggal di rumah warga dan tidak usah memikirkan makan, tapi untuk oleh-oleh kita harus bayar sendiri, menggunakan uang yang kami tabung.  Akhirnya setelah cukup lama menawar, kami dapat angkot yang cukup murah, dibawah 150.000.  Kami semua langsung naik ke angkot.  Perjalanan ke Kampung Rancakalong cukup lama, sekitar 40 menit dari Jatinangor. Diperjalanan ada teman-teman yang makan dan mengobrol, aku sendiri hanya diam saja, paling berbicara saat ditanya, karena saat itu aku mual sekali.  

          Setibanya kita di Kampung Rancakalong, kita diajak untuk mendaki sebentar.  Pendakian itu terasa sangat melelahkan, karena hari itu, matahari sangat menyengat dan kita tidak ada yang membawa topi.  Setelah mendaki cukup lama, kita diajak masuk ke sebuah tempat, yang bentuknya seperti pendopo. Disana kami bertemu dengan Kepala Desa yang bernama Pak Pupung.  Ternyata, beliau adalah pemilik tempat ini.  Warga disana, biasa menyebut tempat ini sebagai sanggar.  Disana kami disuguhi berbagai makanan khas dari Kampung Rancakalong.  Aku tidak begitu ingat makanan apa yang disajikan disana, karena aku tidak makan.  Beberapa dari kami makan sambil berbincang dengan Pak Pupung dan beberapa pengurus tempat tersebut. 

              Setelah beristirahat, kami  diajak jalan lagi, menuju tempat lain yang ada di kampung tersebut. Sebelum menjelajah daerah kampung yang lain, kita diantar dulu ke rumah warga, tempat kami akan tinggal selama 4 hari 3 malam.  Kami yang perempuan dibagi 2 kelompok tidur, aku bersama Alika dan Hana tinggal di rumah Pak RW sedangkan teman perempuan yang lain tinggal di rumah lain.  Dirumah aku dan teman-teman banyak mengobrol dengan bapak dan ibu pemilik rumahnya, yaitu Pak Rohendi dan Bu Cece.  Aku sendiri jarang mengobrol dengan anak di rumah tersebut, karena ia masih bersekolah.  Setelah mengobrol dengan pemilik rumah dan beristirahat sebentar, kami pergi lagi ke sanggar yang letaknya dekat dengan rumah untuk melakukan kegiatan selanjutnya, yaitu diskusi.  

             Diskusi dipimpin oleh beberapa pengurus sanggar.  Kita membahas banyak hal, mulai dari budaya, sejarah dan lainnya. Awalnya kita masih malu-malu, hanya mendengarkan dan tidak banyak bertanya, tapi setelah lumayan lama, akhirnya beberapa dari kami berani juga untuk bertanya.  Orang-orang di sanggar tersebut sangat baik, mereka ramah dan beberapa suka sekali bercanda, jadi suasana bisa dengan cepat cair, dan kami pun bisa dengan cepat akrab.  Diskusi itu terasa sangat cepat, padahal kita sudah berdiskusi selama 2 jam lebih.  Setelah itu kita diajak untuk berkeliling kampung sekedar mengetahui letak tempat-tempat penting.  

            Sebelum berangkat, kami semua kembali ke rumah terlebih dahulu, untuk sekedar beristirahat dan makan.  Keluargaku menyediakan banyak sekali cemilan untuk aku dan teman-teman, seperti rengginang dan keripik singkong.  Aku dan teman-teman menyantapnya dengan semangat.  Sambil makan, aku melengkapi catatanku, yang kurang lengkap.  Setelah 30 menit beristirahat, aku dan teman serumahku melakukan penjelajahan ke sekitar kampung.  Belum berjalan jauh, tiba-tiba saja hujan mulai turun.  Aku yang bersemangat untuk menjelajahi kampung, awalnya tidak begitu peduli dengan hujan tersebut, tapi aku baru sadar kalau ternyata aku tidak membawa payung.  Payung yang aku bawa, aku tinggalkan dirumah, karena saat pergi dari rumah, terlihat matahari masih bersinar cerah, jadi aku putuskan untuk meningalkannya.  Aku dan teman-teman bingung, apakah kami akan melanjutkan penjelajahan kami atau kembali ke rumah? Disatu sisi kita sudah berjalan cukup jauh, tapi di sisi lain kalau kita paksakan, bisa saja kita sakit. 

Kira-kira apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Tunggu kelanjutan ceritanya yaaa...:)






No comments:

Post a Comment