Di sebuah kota besar di Pulau Jawa, hiduplah seorang remaja perempuan bernama Siska. Kini Siska duduk di bangku kelas 1 SMA. Ia memiliki 1 kakak tiri bersama Riska dan mereka hidup dalam keluarga yang berkecukupan. Siska merupakan anak angkat, dia diambil dari panti asuhan saat berumur 5 bulan.
Siska |
Awalnya Siska tidak terlalu peduli dengan kata-kata bully-an dari teman-temannya di sekolah, karena ia pikir teman-temannya hanya bercanda. Namun lama kelamaan, keluarganya di rumah pun mulai memberikan kata-kata ejekan padanya. Padahal kata cantik memiliki definisi yang berbeda, tergantung masing-masing orang, menurut SIska ia cantik, ia masih memiliki 2 kaki, 2 tangan serta panca indera yang lengkap. Ia tidak mengerti kenapa orang-orang menganggap dirinya jelek, memang standar kecantikan setiap orang berbeda, tapi bukan berarti kamu boleh menghina orang yang tidak masuk dalam standar cantikmu bukan? Akhirnya sifat periang Siska menjadi semakin berkurang dan ia berubah menjadi anak yang pendiam dan insecure. Ia mulai membenci kulitnya yang berwarna sawo matang dan rambutnya yang mengembang…
Di pagi hari, seperti biasa, Siska menyiapkan apple pie dan mie ayam untuk dia jual di sekolah. Ia biasa bangun jam 4 pagi untuk menyiapkan semuanya. Berjualan aple pie dan mie ayam sudah dilakukan Siska sejak lama, karena skill memasaknya yang sudah sejak SD ia latih. Setelah semuanya siap, ia langsung menyiapkan dirinya untuk sekolah, menyiapkan tas, seragam dan sarapan untuknya. “Hai Smurf!”, sapa Riska kakak Siska yang baru keluar dari kamar. Lagi-lagi ejekan itu sudah diterima Siska dari pagi. “Pagi kak”Siska balas menyapa sambil tersenyum. “Jangan marah ya becanda aja kok”Seru Riska sambil mengelus kepala Siska dan meninggalkan Siska. “Hmmm..”hanya begitu Siska menjawab. Tanpa menunggu lama, Siska langsung berangkat ke sekolah, sebelum ia terlambat.
Sebelum masuk ke kelas, seperti biasa Siska suka membagikan salah satu barang dagangannya kepada Pak Sudrajat, satpam sekolah.
“Pagi pak, pak ini ada mie ayam untuk bapak, bisa buat sarapan atau makan siang, buatan aku sendiri, dimakan ya pak!”
“Wah makasih banget Siska, bapak juga kebetulan belum makan nih”
“Nah dimakan ya pak, mumpung masih panas, nanti kalau udah dingin kan jadi ga enak”
“Siap Siska, udah sana masuk, nanti keburu terlambat”
“Baik pak, saya duluan ya”
Siska berpamitan dengan Pak Sudrajat dan melanjutkan langkahnya menuju kelas. Di sekolahnya, kebanyakan teman-temannya berbadan tinggi dan semuanya cantik-cantik, mukanya mulus berbeda dengan dirinya yang memiliki banyak jerawat dan kusam. Disekolahnya Siska tidak banyak memiliki teman. Ia hanya berteman dekat dengan teman sebangkunya yaitu Ratih. Ratih selalu mendukung Siska tapi dukungan Ratih tidaklah cukup untuk menutupi luka kesedihan yang Siska miliki. “Eh itu liat deh si muka kusam, kayak ga punya uang aja buat cuci muka!”, seru Nita, salah seorang anggota OSIS yang kebetulan dilewati Siska saat mau masuk ke kelas. “iya udah mukanya jerawatan, badannya item gitu lagi”, timbal Tisa yang saat itu sedang mengobrol dengan Nita. Siska yang sudah merasa insecure, merasa tambah tidak percaya diri. Sebenarnya dulu dia tidak mendapatkan celaan-celaan itu, namun entah kenapa selama 2 bulan terakhir ini, rasanya cibiran itu semakin sering ia dengar.
“Hai Ratih” sapa Siska yang baru saja masuk ke kelas. Ratih memang anak yang rajin, ia selalu datang pertama dan biasanya ia selalu membaca buku pelajaran sebelum bel masuk berbunyi.
“Hai Siskaa.. Kangen banget nih. Gimana weekend kamu kemarin?”
“Seru kok, tapi aku banyakan beberes di rumah sih kemarin. Kalau kamu kemarin ngapain aja?”
“Oh kalau aku sih kemarin nemenin mama ke mal, sekalian mau belanja bulanan juga”
“Wah seru dong”
“Ga juga sih Ka.. HAHAHA soalnya pas lagi mau pulang ban mobilku kempes, jadinya lama gitu nungguin di mobil dan akhirnya nyampe di rumahnya malam, makanya sekarang aku ngantuk banget”
Tengg tengg tengg..
Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Pelajaran pertama hari ini adalah Ekonomi, salah satu mata pelajaran yang disukai Siska. “Baik anak-anak yuk sekarang kita quiz, karena 2 minggu lagi kalian akan menjalani PTS. Tentu kalian tahu kan pentingnya belajar ekonomi, karena akan berguna untuk kehidupan kalian, apapun profesi kalian nanti. Coba sebutkan cita-cita kalian apa saja, dimulai dari kamu Ratih”. “Kalau saya ingin jadi Pramugari bu”jawab Ratih. “Huu badan pendek gitu mau jadi pramugari”, ejek beberapa teman. “Kalau kamu mau jadi apa Siska?”. “Kalau saya ingin jadi model”. “Ih masa si Siska mau jadi model, udah rambut kayak sabut kelapa, pendek lagi”,bisik beberapa teman. “Eh kalian ga boleh kayak gitu, setiap orang harus punya cita-cita setinggi mungkin, jangan dibatasi, dan kalian sebagai teman, jangan saling menjatuhkan, tapi harus saling mendukung temannya.”,Bu Citra menasehati. “Kalau Fatih mau jadi apa?”. “Fatih sih mau jadi pengusaha sukses bu”. “Bagus”. “Nah sekarang kalian langsung kerjain soalnya ya”, seru Bu Siska sambil membagikan kertas soal. “Baik bu”,jawab Murid-murid. Bu Citra merupakan salah satu guru favorit Siska, karena ia sangat baik pada Siska. Bu Citra selalu bersedia menjadi tempat cerita Siska dan beliau juga selalu memberikan dukungan pada Siska, disaat keluarganya di rumah pun tidak ada yang peduli dengannya. Setelah 1 jam mengerjakan ujian, kertas ujian pun dikumpulkan dan anak-anak pun beristirahat.
Setelah istirahat, pelajarannya adalah matematika. Walaupun suka dengan pelajaran ekonomi, tapi Siska kurang menyukai pelajaran matematika, sehingga terkadang ia merasa kesulitan mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh Pak Haris, guru matematikanya.
“Nah, bagaimana PR matematika yang kemarin bapak berikan kepada kalian? Apakah sudah dikerjakan?”
“Nah, bagaimana PR matematika yang kemarin bapak berikan kepada kalian? Apakah sudah dikerjakan?”
“Sudah pak”. Kompak seluruh kelas menjawab
“Wah tumben, biasanya Ical dan Iwan tidak mengerjakan tugas matematikanya”
“Wah tumben, biasanya Ical dan Iwan tidak mengerjakan tugas matematikanya”
“Kami kemarin mengerjakan bersama di rumah Asep pak, iya ga Sep?”, jawab Ical
“Hmm”jawab Asep yang memang terkenal dengan kegagapannya.
“Nah ya sudah karena semuanya sudah mengerjakan, bukunya bisa kalian kumpulkan dan kalian coba kerjakan soal matematika yang akan bapak tulis di papan. Kerjakan sebisa kalian ya sampai waktu pulang”.
Sekitar 1 jam mereka mengerjakan soal, dan karena waktu sudah hampir habis, akhirnya Pak Haris menyuruh beberapa anak untuk mengerjakan soalnya di depan kemudian teman-teman lain bisa melihat dan mempelajarinya. “Siska kamu maju kedepan.”. “Saya pak?”. Siska tidak yakin karena ia sendiri belum bisa mengerjakan banyak soal yang diberikan oleh gurunya. “Iya kamu, udah maju saja gapapa”.
Sekitar 1 jam mereka mengerjakan soal, dan karena waktu sudah hampir habis, akhirnya Pak Haris menyuruh beberapa anak untuk mengerjakan soalnya di depan kemudian teman-teman lain bisa melihat dan mempelajarinya. “Siska kamu maju kedepan.”. “Saya pak?”. Siska tidak yakin karena ia sendiri belum bisa mengerjakan banyak soal yang diberikan oleh gurunya. “Iya kamu, udah maju saja gapapa”.
Dengan berat hati, Siska pun maju dan mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Ia sudah berusaha sebisanya, namun ia tetap saja kebingungan mengerjakan soal. “HAHAHA gitu aja masa ga bisa sih. Bimbel kek di rumah biar pinteran dikit, kan orang tua kamu punya uang”,seru Maria yang memang sangat jago matematika. Setiap harinya setelah sekolah, Maria selalu bimbel matematika dan IPA selama 3 jam, maka tidak heran ia menjadi sangat pintar di sekolah. “Sudah Maria, kamu ini sombong banget, kalau kamu bisa coba bantu Siska, biar dia jadi pintar matematikanya”, Pak Haris melerai. “Ga ah pak, saya malas jalan kedepan”. Dengan sombongnya Maria menjawab sambil mengibaskan rambutnya yang diikat ekor kuda.
Saat jam pulang sekolah tiba, Siska seperti biasa melakukan piket kelas. Ia menyapu kelas dan menghapus papan tulis, disaat teman-teman lainnya langsung keluar dan bermain. Tidak ada yang membantu bahkan menemani Siska, Ratih pun tidak. Waktu sudah semakin sore dan setelah menyelesaikan piketnya ia langsung membereskan barang-barangnya dan bersiap pulang. Saat keluar dari kelas ia diteriaki oleh kakak kelasnya, yaitu kak Riza yang sedang bermain basket. “Siska, sini”. Siska yang bingung hanya melihat namun melihat lambaian tangan Kak Riza, akhirnya ia memutuskan untuk mendekati Kak Riza.
“Iya kenapa kak?”
“Apple pie kamu masih ada ga?”
“Masih kak, ini kebetulan masih ada 1, kenapa kak?”
“Aku mau satu dong, laper nih abis main basket, mana yang lain ninggalin lagi”
“Ohh, ini kak” Siska memberikan apple pie miliknya, yang padahal awalnya ingin ia berikan lagi ke Pak Sudrajat.
“Makasih, harganya berapa?”
“8.000 aja kak”
“Nih” Kak Riza mengulurkan uang pecahan Rp.10.000 kepada Siska. Saat Siska mau mengambil uang kembalian Kak Riza memegang dan menahan tangan Siska. “udah ga usah kembaliannya ambil aja, toh udah sampe siang gini, kamu pasti capek”
“Ga kak, gapapa aku ada kok”
“Udah ga usah, simpen aja, nanti kalau aku mau beli lagi aku jadi masih ada tabungan di kamu Rp.2000. Btw apple pienya enak loh”
“Hehehe makasih kak, yaudah ka aku pulang dulu ya, makasih udah beli apple pie aku”
...
Sesampainya di rumah seperti biasa ia langsung mengambil makanan. “kamu makan mulu tapi kurus terus, kemana tuh semua nutrisinya, mending makanannya buat gw”, Riska yang baru saja pulang sekolah mengalihkan perhatian Siska yang saat itu sedang asik menonton televisi. “Yah Kak, kali kali berbagi dong aku juga kan lapar capek habis sekolah tadi", seru Siska sambil terus menonton. Karena lelah juga, akhirnya Riska hanya mengangguk dan memutuskan masuk ke kamarnya untuk mengerjakan beberapa PR. Setelah itu Siska seperti biasa melakukan rutinitas nya di malam hari dan mengerjakan beberapa PR PR nya.
Seperti itulah hari-hari Siska dia terus mendapatkan celaan dan bullyan baik dari teman-teman di sekolah maupun dari kakaknya di rumah. Orang tuanya yang tidak pernah di rumah, tidak mengetahui kejadian kejadian itu. Ibunya yang berprofesi sebagai model selalu pulang larut malam dan bapak Siska yang berprofesi sebagai dokter juga jarang sekali pulang ke rumah sehingga bisa dibilang Siska kurang perhatian dari orang tuanya.
…
Mendekati waktu liburan, Siska iseng menghitung untung yang didapat sama dia berjualan mie ayam dan apple pie dan ternyata untungnya cukup besar. Melihat untung yang cukup banyak itu, terbersit di pikiran Siska untuk melakukan perjalanan kecil-kecilan ke NTT, salah satu tujuan wisata impiannya di Indonesia. Agar lebih meyakinkan, Siska melakukan riset di kamarnya menggunakan laptop. Lagi-lagi semuanya dilakukan secara mandiri tanpa bantuan kakak bahkan orang tua.
Setelah melakukan riset yang cukup lama, akhirnya Siska memutuskan untuk pergi ke NTT pada saat liburan kenaikan kelas. Tentunya rencana itu tidak diketahui oleh keluarga dan teman-temannya. DIam-diam Siska memesan tiket pesawat dan segera menyiapkan segala kebutuhan yang ia butuhkan untuk perjalanan kecilnya nanti.
...
Saat tiba waktunya bagi rapot kedua orang tua siswa datang ke sekolah dan bertemu dengan wali kelasnya.
“Selamat pagi bu, pak, ini rapotnya Siska di semester ini.. SIlahkan dilihat dulu.”, wali kelas Siska menjelaskan.
“Oh baik bu, terimakasih”, bapak Siska menjawab.
“Eh ini nilai Siska kenapa dibawah 70 semua, jelek banget lagi rangkingnya”, Ibu Siska yang sudah membaca rapot terlebih dahulu mulai berbicara.
“Mana coba”. Bapak Siska memegang buku rapot Siska untuk mengecek.
“Nah itu dia bu, saya mau tanya, kenapa nilai Siska jadi turun begini, padahal biasanya nilai dia bagus. Akhir-akhir ini juga dia lebih sering diam kalau pelajaran. Apakah ada masalah di rumah?”, tanya wali kelas.
“Ga ada sih, dirumah baik-baik aja kok, ya kan pah?”
“Iya dia baik-baik aja, rajin bantu bersih-bersih rumah juga selain belajar”
“Oh begitu, baiklah pak, bu, mungkin tolong lebih diperhatikan lagi Siskanya agar nilainya di semester depan bisa meningkat”
“Baik bu, terimakasih ya”, seru bapak dan ibu Siska sambil berjalan keluar kelas.
Ternyata nilai di rapot Siska saat itu kurang bagus, tidak seperti biasanya dia mendapat nilai yang baik. Tentunya hal itu menjadi tekanan lagi untuk Siska. Ia mendapatkan kata-kata yang negatif dari kedua orang tuanya bahkan dibandingkan dengan kakaknya yang mendapatkan nilai yang bagus. Lagi-lagi Siska hanya bisa diam karena kalau dia banyak berbicara tentang hal ini akan menjadi masalah yang lebih besar dan ia tidak ingin hal itu terjadi.
Sesampainya di rumah, membahas rapot di ruang keluarga sudah menjadi kebiasaan. Siska, Riska dan kedua orangtuanya duduk bersama dengan 2 buah rapot tersimpan rapi di meja. “Siska karena kamu tidak mendapatkan nilai yang baik, bapak tidak akan mengajak kamu untuk liburan. Kali ini kamu harus diam dirumah, dan mempelajari segala pelajaran yang belum kamu mengerti di semester ini. Kalau nilai kamu sudah bagus lagi di semester depan, baru kamu akan ayah bolehkan ikut liburan bersama kami. Sekarang perbaiki dulu semua nilaimu”, seru ayah Siska menasihati. “Iya pak, Siska janji akan memperbaiki semua nilainya menjadi lebih baik di semester depan”, Siska menjawab. “Nah Riska, karena nilai kamu bagus, kali ini ayah akan ajak kamu jalan-jalan ke Korea, bertepatan dengan hari ulang tahunmu juga nanti”. “Wah beneran pak?”. “Iya bener dong”. “Pertahankan nilai kamu ya, dan kamu Siska, kamu harus meningkatkan nilai kamu ya, jangan bikin malu papa dan mama dong, kalau nilai kamu jelek, gimana mau jadi dokter kayak papa atau model kayak mama?”. “Iya udah rambut kayak ijuk pendek lagi, mana bisa jadi model. Coba kalau pinter, masih bisa tuh jadi dokter”. Riska menimpali. “Udah ah kalian jangan berantem terus, sana siap-siap tidur, udah malem”, Ibu mencoba mengakhiri pembicaraan.
…
Kring…. Kring…
Terdengar suara telepon. Siska yang saat itu sedang tidur siang terbangun kaget karena handphone yang terletak di sebelah badan yaitu tiba-tiba berbunyi. Ternyata Ratih yang menelpon.
“Hai Siska gimana nilai raport kamu, bagus nggak? kalau aku sih lumayan bagus loh rapot kali ini.Makasih ya, waktu itu kamu udah mau belajar bareng aku, nilai aku jadi bagus sekarang”
“Hai Ratih.. hmm.. nilai aku sekarang ini nggak terlalu bagus, aku nggak tau juga sih kenapa padahal aku udah belajar dengan rajin”
“Oh begitu Siska, sedih sekali… Gimana orang tua kamu? Marah ga?”
“Ya seperti biasa mereka marah dan ga ngebolehin aku ikut liburan sama mereka. Kalau kamu gimana? kamu pasti dikasih barang-barang yang bagus kan sama orang tua kamu”
“Iya mereka ngasih aku iPhone baru, cuman aku nggak terlalu suka sih sama warnanya.”
“Tapi setidaknya kamu dapat sesuatu dari orang tua kamu. Ya Aku gapapa sih, aku memang pantas mendapatkan hal ini”
“Ya kamu jangan sedih gitu dong Siska, aku akan selalu nemenin kamu kok. Kalau kamu butuh apa-apa telepon aku aja selama liburan kali ini. Oh ya liburan kali ini kamu ada rencana apa? Kan ga ikut liburan keluarga”
“Aku sih masih belum tahu” seru Siska. Padahal dalam benaknya ada banyak sekali imajinasi yang ia bayangkan akan terjadi selama perjalanannya ke Nusa tenggara Timur.
“Oh begitu, kalau misalkan kamu ingin jalan-jalan bersama aku boleh kok tinggal telepon aku aja” Ratih berusaha menenangkan.
“Oke Ratih terima kasih ya”
“Iya sama-sama, udah dulu ya aku dipanggil sama mamaku nih”
“Okay bye”
…
Besok adalah hari dimana keluarga Siska berangkat liburan ke Korea. Riska sudah sibuk menentukan baju apa yang akan ia pakai besok saat berangkat, ayahnya sedang sibuk ngeprint tiket sedangkan ibunya sibuk mengemas make up yang akan dibawa ke sana. Siska hanya diam di kamarnya sambil mencari tahu beberapa hal tentang Nusa tenggara Timur tempat di mana dia akan menghabiskan liburannya.
Tanpa ada anggota keluarga yang tahu, dia juga sudah mengemas beberapa baju dan kebutuhan yang akan dibawa saat perjalanan kecilnya nanti. “Sungguh menjadi anak tiri tidaklah enak”, bisik Siska dalam lamunannya.
...
Keesokan harinya..
“Siska bangun dong kamu mau ikut anter kita nggak sih?”,Riska berteriak didepan pintu kamar Siska.
“ya Kak bentar ya”
“ya udah cepetan sana, itu Mama sama Papa udah di bawah udah siap. Udah pesen grab lagi”, Riska kembali mengingatkan.
Sebenarnya saat itu Siska masih ingin tidur, namun daripada membuat masalah baru lebih baik dia mengikuti apa yang kakaknya suruh.
Siska langsung bersiap dan membantu membawakan koper kakak serta kedua orang tuanya, dan mereka pun segera berangkat ke bandara. Di bandara, mereka semua langsung masuk dan kedua orang tua Siska tidak lupa memberikan uang sebesar Rp.1.000.000 untuk digunakan Siska selama ditinggal liburan.
“Nih uang buat kamu selama kita pergi di hemat-hemat ya. Jangan lupa jaga rumah juga”, Bapak Siska memberitahu.
“Oke makasih ya pak”
“Semester depan, nilai kamu di bagusin lagi ya biar kita bisa liburan bareng”, seru ibu Siska sambil memeluk anaknya.
“Iya ma, Siska janji akan lebih rajin belajar biar nilainya lebih bagus di semester depan”
Mereka pun saling melambaikan tangan dan mereka pun berpisah.
…
Ini adalah hari pertama Siska diam sendiri di rumah. Senang dan tenang rasanya di rumah sendiri, ia bisa melakukan apapun yang ia sukai tanpa ada yang memarahi atau menegurnya. Ia memulai hari dengan membuat sarapan. Hari ini Siska memutuskan membuat French Toast dengan buah berry dan pisang diatasnya. Setelah sarapan, Siska memutuskan untuk beberes rumah, mulai dari mengepel, mengganti seprai sampai menyiram kebun. Karena kelelahan siang itu Siska ketiduran. Setelah bangun tidur, seperti yang mama Siska nasehati, ia belajar beberapa pelajaran yang masih kurang ia mengerti. Begitulah hari-hari Siska selanjutnya sebelum ia pergi ke NTT.
…
06.30 AM, 2 Juni 2018
Siska terbangun dari tidurnya. Malam itu Siska tidak bisa tidur terlalu nyenyak, ia tidak bisa berhenti membayangkan perjalanannya yang akan ia lakukan siang ini. Backpack yang akan ia bawa sudah siap dengan berbagai perlengkapan, mulai dari baju sampai kamera untuk mengabadikan setiap moment selama perjalanannya.
Setelah membuat sarapan, Siska langsung mandi dan menyiapkan segala keperluan. Hari itu ia akan terbang pukul 11.00 WIB dan rencananya akan sampai keesokan harinya. Ia sudah menyiapkan segala keperluan dan tanpa menunggu lama ia langsung berangkat menuju ke bandara. Tidak lupa ia juga memastikan semua jendela rumah sudah tertutup dan pintu sudah terkunci.
Setibanya di bandara, ia tidak langsung check-in, Siska menyempatkan diri untuk melihat-lihat makanan yang ada di bandara, rencananya ia akan membeli beberapa makanan untuk dijadikan cemilannya saat di pesawat. Kebetulan ia juga akan transit 2 kali sebelum sampai ke Pulau Alor. Ia membeli 2 Roti’O dan 1 paket nasi Hokben untuk ia makan siang. Setelah selesai membeli, ia langsung check-in dan masuk ke ruang tunggu. Ia merasa sangat tidak sabar, menunggu kejutan-kejutan yang akan datang di hari-hari berikut. “Pasti mama, papa dan Ratih sedang seru-seruan disana, tapi aku yakin, pasti di Pulau Alor nanti, aku juga akan mendapatkan banyak pengalaman berharga yang ga kalah seru dengan pengalaman liburan mereka. Untung mereka pergi cukup lama, jadi aku bisa santai perjalannya”, bisik Siska dalam hati.
Perjalanan yang cukup lama itu terasa sangat singkat untuk Siska. Selama di pesawat, ia mengobrol dengan Pak Ben, salah satu petualang juga yang kebetulan memiliki tujuan yang sama, yaitu Pulau Alor. Pak Ben merupakan seorang jurnalis yang berasal dari Jerman, namun sudah 2 bulan ini ia menetap di Bali untuk meliput dan sekarang ia ditugaskan untuk meliput di Pulau Alor. Beliau sudah cukup tua, sekitar 52 tahun namun masih sangat aktif dan senang sekali bercerita, sehingga Siska yang awalnya malu-malu pun menjadi semangat bertanya.
“Memangnya di Pulau Alor sedang ada apa pak?”
“Oh ga ada apa-apa sih, cuman disini ada salah satu suku khas yang katanya memiliki kebiasaan yang unik, namanya Suku Alor”
“Wah menarik juga nih pak, bapak rencananya berapa lama akan meliput disana?”
“Ah ga terlalu lama, paling hanya 5 hari”
“Ah ga terlalu lama, paling hanya 5 hari”
“Aku boleh ikut ga pak, kalau bapak meliput kesana, aku juga suka dengan sejarah pak, apalagi tentang Indonesia yang memiliki ragam suku, budaya dan bahasa!”, seru Siska bersemangat.
“Boleh kok, by the way kamu ke Pulau Alor sama siapa? Sendiri aja?”
“Hmm iya pak, saya sendirian saja”
“Wah berani sekali, bagusss. Jarang saya melihat seorang anak perempuan yang mau bepergian jauh sendirian. Nanti kalau saya akan ke sana, saya akan kabari kamu lagi yaa”
“Baik pak terimakasih yaaa”
…
Malam itu Siska diam di kamar penginapan. Penginapan yang ia pilih bukanlah penginapan bintang 5, ia hanya memilih penginapan sederhana, karena dalam jadwalnya rencananya ia akan lebih banyak eksplorasi daerah sekitar dan hanya menggunakan kamar untuk istirahat malam. Ia masih melanjutkan obrolannya dengan Pak Ben lewat aplikasi WA. Siska merasa beruntung, disaat kedua orang tuanya tidak ada yang peduli dengannya, justru banyak orang baru yang tidak ia kenal sebelumnya yang peduli dengan Siska.
Setelah mengobrol cukup lama, ternyata Pak Ben akan meliput Suku Alor tanggal 4 Juni 2018, yang berarti besok!?. Awalnya Siska masih memeprtimbangkan hal itu, karena sebenarnya ia masih ingin eksplorasi daerah sekitar penginapannya terlebih dahulu, namun karena rasa ingin tahunya yang tinggi tentang Suku Alor akhirnya ia meng-iya-kan ajakan Pak Ben dan ia pun akan berangkat bersama Pak Ben pukul 9 pagi esok hari.
…
Pagi itu, setelah mandi, Siska memutuskan untuk keluar hotel dan mencari sarapan. Maklum, karena penginapan yang cukup murah tidak disediakan sarapan bagi para pengunjungnya. Siska berjalan-jalan, sambil menikmati udara yang segar dan pemandangan gunung serta laut yang masih alami. Tidak lupa ia mengabadikan semuanya dalam kameranya.
Saat sedang berjalan, tiba-tiba ia melihat seorang ibu-ibu yang sedang berjalan ke pasar dan menjatuhkan dompetnya Siska yang melihat hal itu langsung bergegas mengambil dompet yang jatuh tersebut dan berlari mendekati ibu yang menjatuhkannya. “Bu ini tadi dompetnya terjatuh”, seru Siska mengulurkan dompetnya. ibu yang sedang asyik jalan itu langsung berhenti dan menoleh ke arah Siska. “Oh terima kasih ya dek”. “Sama-sama Bu ini dompetnya lain kali hati-hati ya Bu”, seru Siska sambil tersenyum. “Iya dek terima kasih banyak ya. Oh ya adik sedang apa disini?”. “Saya sedang jalan-jalan Bu, sekalian mau cari sarapan. Kebetulan saya juga pendatang dari Jakarta Bu”. “Oh begitu ibu punya warung makan nih kebetulan baru aja buka kamu mau makan di warung ibu?”, tanya ibu itu dengan hangat. “Wah boleh banget Bu, kebetulan saya juga udah laper banget”. “Ya sudah ayo ikut ibu”. “Oke Bu. Mau saya bantu bawa belanjaannya bu?”. “Boleh dek, terimakasih banyak ya”.
ibu tersebut dan Siska berjalan mendaki gunung melewati sawah sawah yang hijau dan akhirnya tibalah mereka di sebuah warung makan. Di pulau itu memang tidak terlalu banyak warung makan pinggir jalan. Setelah menyimpan barang-barang belanjaan Siska di ajak ibu tersebut untuk duduk di meja.
“Dek terima kasih ya sudah bantu ibu tadi membawa belanjaan kamu tunggu disini dulu ya ibu ambilin makanannya”
“Baik bu terima kasih ya”
Tanpa menunggu lama ibu tersebut langsung keluar dan membawakan cukup banyak jenis makanan kepada Siska. Ibu tersebut membawakan Jagung Titi, Jagung Bose, dan Ikan Kuah Asam yang masih mengeluarkan asap.
“Wah banyak sekali Bu”
“Ah tidak apa-apa ini semua makanan khas dari Alor, jadi kamu harus coba”
Siska langsung mencoba makanan pertama yaitu Jagung Bose.
“Nah Jagung Bose ini adalah panganan khas Alor yang berbahan dasar jagung. Makanan ini diolah dengan cara direbus bersama santan dan kacang, lengkap dengan berbagai bumbu. Sebenarnya ini mirip dengan bubur jagung sih, tapi yang ini pakai santan” ibu itu menjelaskan.
“Wah ini rasanya enak banget Bu”
“Nah sekarang kamu coba ikan kuah asam nya deh. Masakan ini pakai ikan cakalang dan sering banget ditemuin di perairan Timur Indonesia. Makanan ini tuh dimasak dengan berbagai bumbu khas Indonesia dan kuah dari buah asam yang masih muda”.
“Oh begitu Bu, oke aku cobain ya dari warnanya aja udah menarik banget nih pasti rasanya enak”
Siska pun langsung mencoba ikan kuah asam tersebut dan benar saja rasanya enak sekali, rasa gurih dan segarnya pas! Setelah selesai menyantap makanan berat Siska disuguhkan teh tawar hangat untuk menetralisir.
“Nah sekarang kamu coba ini deh, Jagung Titi. Makanan ini merupakan makanan khas Alor yang cara masaknya diawali dengan menyangrai jagung kemudian dipipihkan sehingga bentuknya menyerupai emping kecil”
“Wah ini mirip dengan kacang-kacang yang biasa aku beli Jakarta”, bisik Siska dalam hati. Tanpa menunggu lama dia langsung mengambil Jagung Titi tersebut dan menyantapnya. ternyata rasanya lebih enak dari pada kacang-kacang yang biasa ia beli di toko.
“Oh ya Bu kayaknya dari tadi semua bahan baku makanan ini dari jagung. Kenapa kebanyakan dari jagung ya Bu?”
“Oh jagung merupakan salah satu komoditas utama di Alor jadi banyak banget kuliner tradisional di Alor yang terbuat dari jagung”
“Oh begitu, baiklah bu terimakasih ya”, seru Siska sambil mengangguk.
“Iya sama-sama ibu juga senang bisa mengobrol banyak dengan kamu. Oh ya kamu di sini sendiri aja?”
“Ya Bu saya ke Pulau Alor ini sendirian aja”
“Sendiri tanpa keluarga maksud kamu”
“Iya bu saya sendirian”
“Kamu berani sendirian di sini? Emang kamu berapa lama akan tinggal di Pulau Alor?”
“Rencananya sih sekitar 2 mingguan Bu”
“Oh begitu, cukup lama ya... memang keluarga kamu ada di mana?”
“Oh mereka ada di Jakarta Bu. Bu ini semua jadi berapa harganya?” , Siska berusaha mengalihkan pembicaraan
“Ah sudah tidak usah dibayar ibu senang kok memperkenalkan makanan tradisional khas Alor pada orang baru. Sudah tidak usah dibayar”
“Ah yang betul Bu. Tidak apa-apa kok saya bisa bayar”
“Udah nggak usah nggak apa-apa”
“Baiklah Bu terima kasih banyak ya. Kalau begitu saya pergi dulu ya Bu soalnya jam 9 saya sudah janji lagi sama temen saya”
“Ok dek, Oh ya ini saya membawakan Jagung Titi lagi. Kamu tadi suka kan? Lumayan buat ngemil”
“Aduh gak usah Bu repot-repot tadi juga saya udah nggak bayar kan”
“Nggak apa-apa udah ambil aja buat kamu nyemil nyemil”
Tanpa banyak ngobrol lagi Siska berpamitan dan segera kembali ke penginapan.Ia bersiap-siap untuk bertemu dengan Pak Ben melakukan perjalanan dan penelitian tentang suku Alor. Dalam otaknya ia berpikir, ternyata orang-orang disini baik-baik sekali ya, berbeda sekali dengan orang yang selama ini ia temui di Jakarta.
...
Siska dan Pak Ben janji ketemuan langsung di rumah Kepala Desa Alor. Letaknya tidak terlalu jauh dari penginapan Siska jadi Siska dan Pak Ben memutuskan untuk langsung ketemuan disana. Sesampainya disana, ternyata sudah ramai. Banyak orang berkumpul untuk menyambut kedatangan Siska. Siska yang baru datang tentu saja langsung kebingungan.
“Hai Siska” sapa Pak Ben.
“Pagi pak”
“Kamu bingung ya Siska?”
“Hmm.. iya pak, ini ada apa ya?”
“Oh ini katanya sih upacara adat mereka, biasanya kalau ada tamu, mereka akan menyambut kita seperti ini. Katanya sih ini belum semua orang ikut, ini hanya sedikit”
“Oh begitu ya Pak” Siska menjawab sambil melihat-lihat sekitar.
Belum selesai Pak Ben dan Siska ngobrol Kepala Desa Alor mendatangi mereka. Beliau memberikan beberapa kata sambutan.
“Selamat pagi, kalian yang mau meliput tentang suku Alor ya?”
“Ya Pak, saya Ben, saya seorang jurnalis yang ditugaskan untuk meliput suku Alor ini. Dan ini ada Siska, dia teman saya”
“Selamat pagi Pak”, Siska menimpali
“Oh begitu baiklah. Nah biasanya suku Alor akan menyambut tamunya dengan upacara adat. Upacaranya sederhana saja, tujuannya agar kami tahu siapa tamunya.”
Setelah selesai berbincang-bincang, beberapa warga mulai pergi dan kembali melakukan aktivitasnya. Karena Pak Ben masih mengobrol dengan kepala desa, Siska memutuskan untuk berpisah karena ia ingin menjelajahi lokasi itu sambil mengambil foto.
“Wah keindahan alam di sini jauh banget deh sama di Jakarta, di sini semuanya masih asri, udaranya segar. Belum lagi masyarakatnya juga ramah-ramah banget”, bisik Siska dalam hati. Lamunannya itu buyar seketika, saat ada seorang anak yang menepuk pundaknya.
“Halo kak, kakak lagi ngapain?” tanya anak tersebut
“Ehhh” Siska terkaget
“Aku lagi ngambil ngambil foto, sambil ngeliatin aja sih, alam di sini masih bagus banget. Nama kamu siapa”
“Nama aku Vira kak. Memang di sini masyarakatnya masih sangat menjaga alam nya, mereka punya kepercayaan, kalau mereka memberikan yang baik untuk alamnya maka alam juga akan memberikan yang baik untuk mereka”
“Oh begitu, kamu asli dari suku Alor?”
“Ya Kak, aku dari suku Alor. Kakak sendiri dari mana?”
“Aku dari Jakarta. Memang jauh sih dari sini. Hmmm, kamu mau temenin aku nggak buat jalan-jalan?”
“Jakarta? Aku belum pernah denger kata Jakarta, itu di mana ya Kak? Mau banget dong kak, pagi-pagi gini masih enak banget buat jalan-jalan”
“Kamu nggak tahu Jakarta”, Siska kebingungan
“Nggak tahu kak di sekolah nggak pernah diajarin. Soalnya kita banyak belajar tentang kebudayaan di sini aja, paling belajar matematika”
Siska bingung. Ternyata pendidikan di pedalaman masih belum sebagus di Jakarta. Di Jakarta kalau tidak tahu kota Padang ada dimana, pasti udah diketawain. Di sini bahkan Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia saja mereka tidak tahu. Terkadang menyedihkan melihat ketidaksetaraan pendidikan di Indonesia, dimana sebenarnya setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan.
Tanpa menunggu lama Siska dan Vira langsung jalan-jalan bersama. Sambil berjalan mereka membicarakan tentang kebudayaan-kebudayaan yang ada di suku Alor, sampai tidak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul 12. Selama berjalan-jalan Siska juga ditemani oleh beberapa teman Vira.
Ditengah perjalanan tiba-tiba Ira bertanya...
“Kak rambut kakak bagus banget.. ngembang dan berkilau. Kalau orang di sini kita biasanya keramas cuman pakai air aja, nggak pakai shampo shampo yang kayak kakak ceritain tadi.
“Hehehe, terima kasih. Rambut kamu juga bagus kok apalagi kalau diiket dua kayak gitu”
Siska yang baru mendengar pujian itu kaget. Ini pertama kalinya ia mendapatkan pujian tentang fisiknya, biasanya dia selalu di bully oleh kakaknya dan teman-temannya tentang rambutnya yang jelek. Namun ternyata ada orang yang merasa rambut Siska lebih indah dari mereka.
“Kak, kan udah siang nih, laper ga? kakak mau makan di rumah aku ga?”, Vira bertanya.
“Aku laper sih, emang gapapa aku makan siang di rumah kamu? Ngerepotin ga?”
“Ih nggak papa kak, keluargaku juga kalau masak selalu banyak, jadi ga keberatan kalau ada tamu ikut makan” Vira berlari sambil menggandeng tangan Siska.
...
Mendekati rumah Vira, Siska mengambil handphonenya dan menuliskan pesan untuk Pak Ben.
“Pak aku makan di rumah Fira ya, salah satu anak suku Alor. Kebetulan dari tadi aku jalan-jalan sama dia, jadi sekalian mau makan bareng. Bapak ada di mana sekarang?”. Pak Ben langsung menjawab pesan Siska. “Oh begitu, baiklah Siska, bapak masih di rumah kepala desa, masih meliput beberapa hal, nanti bapak akan makan siang bersama kepala desa. Ya sudah, nanti jam 5 sore kita ketemuan di lapangan yang tadi ya, biar ga keburu gelap”
Setelah mendapatkan pesan tersebut, Siska masuk ke dalam rumah Vira dan bertemu dengan ibu Vira. Siang ini, menu makan siang nya adalah ikan kuah asam, ikan bakar serta sayur bunga pepaya dan ubi jantung pisang. Saat itu hanya ada Ibu Vira, Vira dan adik Vira yang masih berumur 1 tahun. Ayah Vira bekerja sebagai petani sehingga sering pulang sore. Vira yang masih duduk di kelas 4 SD, merupakan anak sulung dari dua bersaudara adiknya masih kecil masih 1 tahun umurnya
“Nah Siska, ini adalah makanan khas dari suku Alor. Ikan kuah asam ini terbuat dari ikan cakalang dan dimasak dengan kemangi. Untuk sayurnya, ada sayur bunga pepaya dan ubi jantung pisang. Paling enak makan sayur bunga pepaya dan ubi jantung pisang ini dengan ikan bakar dan sambal yang ini sambal yang pedas" Ibu Vira menjelaskan sambil menunjuk ke arah tempat sambal.
"ya kak makan sayur bunga pepaya pakai ikan bakar tuh enak banget cuman aku masih belum puas pedas jadinya nggak bisa makan pakai sambel deh"
"Oke aku bakal coba"
Tanpa menunggu lama, Siska, Vira, dan ibunya langsung menyantap makan siang itu mereka makan sambil membicarakan banyak hal
...
"Kak, Vira mau kerjain PR dulu ya"
"Oh Ok semangat ya kerjainnya"
"Nah, Siska mau bantu ibu membuat kain khas suku Alor?"
"Wah mau banget Bu, tapi Siska nggak terlalu pintar bikin kerajinan"
"Gapapa, setidaknya kamu mau belajar. Ibu juga dulu nggak terlalu jago, tapi lama kelamaan kalau dilatih terus pasti bisa" seru Ibu Vira sambil tersenyum.
Siska dan ibu Vira langsung menuju ke ruangan pembuatan kain. Biasanya ibu Vira membuat kain tenun ikat di sana. Ada cukup banyak bahan-bahan dan alat yang biasa digunakan untuk membuat tenun ikat.
Ibu Vira dengan telaten mengajarkan kepada Siska cara pembuatan kain tersebut.
"Ternyata cara membuatnya tidak gampang ya" seru Siska
"Memang tidak gampang, kita memerlukan keterampilan tertentu agar bisa mendapatkan kain yang halus dan bagus. Sekarang juga sudah tidak banyak anak muda yang mau belajar membuat kain ini"
“Jadi anak-anak muda disini tidak diajarkan menenun bu?”
“Sebenarnya diajarkan, tapi jiwa mereka sepertinya bukan disini, mereka tidak melakukannya dengan hati, sehingga hasilnya tidak pernah bagus”
Siska dan ibu Vira menghabiskan waktu berjam-jam untuk membuat kain tenun. Walaupun tidak menghasilkan kain yang terlalu bagus tapi Siska berhasil membuat satu buah kain berukuran kecil.
"Nah ini boleh kamu bawa pulang, buat jadi kenang-kenangan"
"Wah beneran Bu boleh aku bawa pulang?", tanya Siska kegirangan
"Iya bener, dijaga baik-baik ya"
"Ya dong Bu, pasti bakal Siska jaga baik-baik. Ini kan pengalaman berharga yang Siska dapetin dari ibu"
Tiba-tiba HP Siska bergetar dan Pak Ben mengirimkan pesan kepada Siska. "Siska kita ketemuan di lapangan tadi ya. Sudah mau jam 5 nih. Kita harus kembali ke penginapan sebelum gelap"
Siska yang membaca pesan dari Pak Ben itu langsung melihat jam. Ternyata sekarang sudah jam 5 kurang 5. Siska terlalu sibuk dengan kegiatannya belajar menenun dengan Bu Vira, sampai-sampai tidak ingat waktu.
"Bu, Siska pamit dulu ya. Mungkin besok-besok Siska akan main kesini lagi untuk belajar menenun. Terima kasih ya Bu, untuk semua pelajaran yang diberikan pada Siska"
"Oh begitu, kamu sudah mau pulang. Baiklah, ibu antarkan ya… soalnya jalannya gelap kalau sudah sore"
"Oke Bu, Oh iya Vira ada dimana ya Bu?"
"Ah, kalau udah jam segini, biasanya Vira suka main sama teman-temannya di lapangan"
"Oh begitu, Siska juga sekarang mau ke lapangan sih Bu. Vira ada lapangan ga ya, belum pamit sama Vira nih"
"Mungkin dia ada di situ ya udah yuk kita langsung kesana aja daripada nanti keburu gelap"
Sebelum keluar dari rumah ibu Vira memberikan sekantong makanan kepada Siska.
"Siska ini ada makanan khas dari suku Alor, yaitu kue rambut. Kue ini terbuat dari tepung singkong dan campuran gula lontar. Enak banget kamu harus coba."
"Wah repot repot Bu, terima kasih banyak ya, pasti nanti Siska coba"
Setelah itu Siska dan Bu Vira segera berjalan menuju lapangan.
Sesampainya di lapangan..
Terlihat Pak Beni sedang asyik mengobrol dengan beberapa anak kecil yang bermain di lapangan tersebut, salah satunya ada Vira.
"Sore Pak, aduh maaf ya menunggu lama. Tadi Siska keasikan bikin ini" seru Siska sambil menunjukkan kain tenun ikat yang baru saja ia buat.
"Wah keren banget nih, kok bapak nggak diajarin bikin? Hahaha", kata Pak Ben sambil tertawa.
"hehehe, tadi bikin satu kecil begini aja lama banget pak, jadi Siska cuman bisa bikin 1 deh"
"Ah tidak apa-apa, bapak hanya bercanda kok. Sudah Siska, ayo kita langsung pulang, sebelum gelap. Terima kasih ya bu sudah menjaga Siska dari tadi"
"Ah gapapa pak. Terima kasih juga sudah meliput suku Alor. Memang suku ini masih kurang dikenal orang, jadi mungkin kalau bapak meliput tentang suku kami, bisa lebih banyak orang yang tahu"
"Ya Bu, saya harap juga begitu. Kalau begitu saya pamit ya terima kasih banyak Bu"
"Ya Bu, Siska juga pamit ya.. terima kasih banyak Bu untuk pelajarannya hari ini Siska akan jaga baik-baik kain ini"
Siska dan Pak Ben langsung pergi menuju penginapan masing-masing dan beristirahat, bersiap untuk kejutan2 yang akan terjadi di hari-hari selanjutnya…
Selama 3 hari selanjutnya, Siska selalu berkegiatan bersama Pak Ben, mengunjungi Suku Alor dan meliput kebudayaan-kebudayaan yang ada disana. Selama berkegiatan, Siska melakukan pengamatan, apa saja yang diperlukan oleh suku Alor agar mereka bisa menjadi suku yang maju. Setiap sore, setelah ia melakukan kegiatan, ia menuliskan semua pengamatan yang ia dapatkan dalam bukunya, sampai pada malam hari di hari keempat…
…
“Hmm.. sepertinya masalah masyarakat Suku Alor ada 2, yang sangat fatal. Pertama pendidikan yang masih sangat minim untuk anak-anak dan kedua tentang pembudidayaan kain tradisional, bagaimana ya cara aku membantu mereka, aku tidak ingin hanya datang, tahu masalahnya tapi tidak memberikan solusi”. Siska terus berpikir sambil sesekali mengecek HPnya.
Hal pertama yang ia pikirkan adalah membuat sebuah kegiatan rutin dimana masyarakat akan membuat kain tradisionalnya bersama-sama tapi kegiatannya harus dikemas secara menyenangkan. Nantinya Siska akan menjual kain-kain yang dihasilkan lewat sosial media, berbekal pengalamannya menawarkan mie ayam dan apple pie. Untuk anak-anak yang masih minim pendidikan, ia ingin mencoba membuat kelas kecil-kecilan untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran yang selama ini belum mereka dapatkan. Keinginan Siska menjadi guru sejak dulu memperkuat keputusannya. Agar rencananya lebih jelas, SIska melakukan riset terlebih dahulu di laptopnya dan menuliskannya dalam buku, agar besok, ia bisa menjelaskan rencananya pada Pak Ben dan bapak kepala desa.
…
Esok harinya setelah tiba di rumah kepala desa, Siska dan Pak Ben segera menyimpan barang-barang mereka dan langsung bergegas menuju pendopo. Disana mereka janjian dengan para pemuda desa, untuk belajar mengenai alat musik tradisional khas Suku Alor, yaitu moko. Moko merupakan alat musik berupa gendang. Mereka mempelajari banyak hal sampai kira-kira pukul 2 siang. Setelah berpamitan, Siska dan Pak Ben kembali ke rumah kepala desa, dengan tujuan mengumpulkan data terakhir kali tentang kepercayaan masyarakat Alor, yang kebanyakan masih menganut animisme dan dinamisme, seperti menyembah matahari atau bulan.
Setelah selesai…
“Bagaimana pendapat kamu setelah sekitar 5 hari mempelajari suku Alor ini Siska?”Bapak Kepala Desa membuka pembicaraan.
“Senang sekali pak, saya mendapatkan banyak informasi baru. Oh Iya pak, saya mau berdiskusi sedikit boleh?”
“DIskusi apa?”
Pak Ben yang tidak tahu sama sekali mengenai diskusi ini bingung dan hanya melihat ke arah Siska yang sedang mengeluarkan buku catatannya.
“Begini pak, selama berkegiatan kemarin, saya melihat ada 2 masalah utama dari masyarakat Alor, yaitu pendidikan anak-anak yang masih minim dan pelestarian kain tenun. Nah dari masalah itu saya ingin mengadakan sebuah acara yang kemungkinan akan rutin, dimana masyarakat belajar menenun dan nantinya saya akan memperkenalkan kain itu lewat sosial media saya, yang diharapkan nantinya kain tenun masyarakat ALor bisa lebih dikenal masyarakat luas.”
“Wow keren sekali!”, Pak Ben yang dari tadi mendengarkan terkesima.
“Wow keren sekali!”, Pak Ben yang dari tadi mendengarkan terkesima.
“Hmm.. menarik, memang permasalahan utama disini adalah pelajaran dan budidaya kain. Kamu jeli sekali. Untuk solusi yang kamu tawarkan saya pikir menarik sekali, karena selama ini pemerintah pun tidak ada yang peduli dengan kami, sehingga sulit untuk kami agar bisa memperbaikinya.”
“Untuk belajar mengajar rencananya saya akan lakukan secara online, nanti saya akan membuat video dan anak-anak akan belajar disana, karena tidak memungkinkan juga bagi saya untuk tetap berada disini”
“Nah, tapi disini mereka belum bisa menggunakan internet, karena fasilitas internet pun baru ada 1 minggu yang lalu, jadi mereka masih kebingungan”
“Nah, tapi disini mereka belum bisa menggunakan internet, karena fasilitas internet pun baru ada 1 minggu yang lalu, jadi mereka masih kebingungan”
“Saya bisa ajarkan mereka pak, besok mungkin, sebelum saya kembali ke Jakarta”
“Kamu bersedia membantu mengajarkan kami?”
“Tentu saja bersedia pak”
“Baiklah, untuk ngajar mengajar saya setuju, tapi bagaimana dengan rencanamu mengadakan kegiatan menenun bersama?”
“Nah itu saya masih belum tahu pak, karena saya akan kembali ke Jakarta, saya tidak tahu bagaimana memastikan semuanya tetap berjalan”, seru Siska sedikit khawatir.
“Nah itu saya masih belum tahu pak, karena saya akan kembali ke Jakarta, saya tidak tahu bagaimana memastikan semuanya tetap berjalan”, seru Siska sedikit khawatir.
“Kalau soal itu bisa saya bicarakan dulu dengan ibu-ibu di desa. Sekarang mereka juga sudah memiliki cukup banyak kain tenun yang sudah jadi, yang bisa mulai kamu perkenalkan lewat sosial media”, Kepala Desa menjelaskan.
Lama sekali Siska dan Kepala Desa berdiskusi mengenai program ini, sampai tidak terasa sudah hampir pukul 8 malam. Setelah makan malam, akhirnya ditemukan keputusan akhir yaitu kegiatan ngajar mengajar kan dilakukan lewat internet dan kegiatan menenun akan dilakukan secara rutin dibawa pengawasan bapak dan ibu kepala desa. Untuk budidayanya, Siska akan menjual kain-kain itu lewat sosial media, dan ia juga akan menuliskan hal-hal menarik yang ia dapatkan dari perjalanan ini di blognya sehingga orang-orang luas bisa tahu tentang suku Alor ini.
…
Keesokan harinya, Siska hanya berangkat sendiri ke rumah kepala desa, Pak Ben ada tugas membereskan laporan. Kebetulan pencarian informasi untuk liputannya sudah lengkap, jadi beliau tidak perlu ke desa itu lagi. Setibanya di sana, Siska langsung disambut dengan anak-anak. Mereka sudah diberitahu oleh kepala desa, bahwa hari ini mereka akan belajar menggunakan internet.
"Hai teman-teman, sekarang kita duduk di situ yuk! kita belajar cara pakai internet"
"Ayo Kak" teriak semua anak
Proses mengajari penggunaan internet kepada anak-anak tersebut sangatlah menyenangkan. Ada beberapa dari mereka yang tidak mengerti, namun karena Siska mengajari dengan sangat sabar, akhirnya semua anak mengerti cara menggunakan internet.
"Ah nanti aku mau ngajarin Ibu aku untuk pakai internet", seru Ira.
"Iya ah aku juga", seru Ivan.
"Nanti aku akan ngasih beberapa video pelajaran ke kalian lewat internet. Setelah aku pergi, aku akan rutin kasih video-video itu ke kalian dan nanti kalian bisa belajar dari video itu setelah pulang sekolah, biar nambah pengetahuan kalian"
"Yah jadi kita akan ketemu kakak lagi dong?"
"Ketemu lagi kok, cuma nanti aku harus balik ke Jakarta dulu untuk melanjutkan sekolah aku. Nanti kalau ada waktu aku akan main-main lagi ke sini. Oh iya kalian bisa pakai internet ini untuk video call sama aku"
“Video call itu apa kak?”, tanya salah satu anak
“Nanti kita bisa telponan tapi pakai video, sambil liat muka”, Siska menjelaskan dengan semangat.
“Wah keren banget yaa”
“Yaudah, sekarang aku mau pergi dulu ya, sampai ketemu lagi besok”
"Oke deh Kak.. jangan lupa sama kita ya", seru Vira bersemangat.
…
Besok adalah waktu Siska dan Pak Ben untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing. Siska sedih kali harus meninggalkan Pulau Alor. Pulau yang sangat indah dengan keberagaman kebudayaan. Sebelum ke bandara, Siska dan Pak Ben menyempatkan diri untuk ke desa dan berpamitan, rasanya mereka sudah seperti keluarga sendiri.
"Baiklah, terima kasih Pak Ben dan Siska sudah mau berkunjung ke desa kami. Kami senang sekali kalian sudah mempelajari banyak kebudayaan dari suku Alor. Jangan sungkan-sungkan datang lagi ke sini ya!"
"Baik Pak terima kasih banyak", seru Pak Ben.
"Ya Pak, saya juga berterima kasih karena sudah diajari banyak hal. Tentu saya akan berkunjung lagi ke sini saat liburan" Siska berbicaram.
"Yah sedih banget Kak Siska pulang" teriak Vira dari jauh sambil memeluk Siska. Terlihat air mata bercucuran di muka Vira.
"Eh Vira kamu kenapa nangis?"
"Sedih kita harus berpisah. Aku udah ngerasa kakak sebagai keluargaku sendiri. Nanti jangan lupa main ke sini lagi ya Kak", seru Vira sambil menghapus air matanya.
"Iya dong, pasti aku akan kesini lagi untuk ketemu sama kalian. Nanti juga kan kita belajar bareng lewat internet. Kamu belajar yang rajin ya, supaya semakin pintar. Biar nanti bisa ketemu sama aku di Jakarta".
"Ya Kak, aku pasti akan belajar dengan giat. Aku juga bakal mengajak teman-teman aku buat belajar di internet barang kakak"
"Nah gitu dong.. udah sekarang jangan nangis lagi ya aku musti pulang"
"Ya kak hati-hati ya!", seru Vira sambil melambaikan tangannya
"Baiklah Pak, Vira, dan semua warga.. kami berdua pamit ya. Terima kasih selama 5 hari ini sudah menerima kami... sampai bertemu lagi nanti" seru pak Ben berpamitan.
…
Selama di pesawat, Siska terus memikirkan kira-kira video yang akan ia berikan konsepnya akan seperti apa dan pelajaran apa saja ya yang akan ia ajarkan kepada anak-anak disana. Pak Ben sudah turun di Bali tidak lama setelah naik dari Pulau Alor, dan sekarang Ia pun sendirian dalam perjalanan kembali ke rumah. Keluarganya belum kembali dari liburan, jadi ia bisa tenang sampai ke rumah dan beberes.
Dalam perjalanannya pulang ia merasa sangat senang Ia mendapatkan banyak pelajaran baru dan pengalaman yang tidak pernah dilupakan. Ia menyadari bahwa tidak semuanya harus dilihat dari harta, fisik maupun uang. Di suku Alor ini, masyarakatnya hidup sederhana, namun, mereka semua sangat rukun. Tidak seperti dirinya, selama tinggal di Jakarta semuanya hanya dinilai dengan penampilan fisik dan kekayaan duniawi.
….
Sudah 2 bulan sejak perjalanan kecil yang dilakukan Siska. Ia juga sudah mulai mengajarkan pelajaran ke anak-anak di Suku Alor melalui internet. Semua anak terlihat antusias dan bapak kepala desa seringkali mengirimi email kepada Siska, bahwa nilai anak-anak meningkat sejak video pembelajaran Siska dimulai. Ibu-ibu dan beberapa remaja perempuan mulai belajar menenun secara rutin, dan Siska sudah berhasil menjual sekitar 25 kain tenun lewat sosial medianya. Banyak juga pengunjung baru yang datang ke Alor untuk mempelajari kebudayaan setelah membaca artikel yang ditulis oleh Pak Ben. Tentu hal itu menjadi perubahan yang signifikan bagi masyarakat Alor. Bapak kepala desa tidak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada Siska dan Pak Ben, karena berkat kedatangan mereka berdua, masyarakat Alor menjadi semakin sejahtera dan semakin dikenal dunia. Setelah Pulau Alor semakin ramai, barulah pemerintah mulai turun tangan membantu mengenalkan kebudayaan Suku Alor.
Beberapa guru di sekolah Siska mengetahui hal yang dilakukan Siska. Saat masuk sekolah, tak lupa ia bercerita kepada Bu Citra, salah satu guru yang menjadi tempatnya bercerita. Ia menceritakan apa saja yang terjadi selama liburan dan dari sana, Bu Citra juga membantu menawarkan kain tenun. Akhirnya kain tenun ikat Khas Alor laku cukup banyak.
Teman-teman di sekolahnya yang sejak dulu selalu menghinanya baik dari fisik maupun harta benda meminta maaf dan sekarang bersikap sangat baik kepada Siska. Mereka tidak pernah lagi menghina fisik Siska yang pendek, berkulit sawo matang dan rambut mengembang.
Karena suku Alor semakin terkenal, banyak stasiun TV yang mulai meliput. Baik dari sisi ekonomi, kebudayaan maupun pariwisatanya. Bapak Kepala Desa tidak pernah lupa menyebutkan nama Siska dan Pak Ben dalam setiap liputan. Beliau menyebutkan kebaikan-kebaikan apa saja yang sudah dilakukan SIska dan Pak Ben, sampai akhirnya mereka bisa menjadi masyarakat yang lebih maju. Nama Siska pun menjadi populer karena kebaikannya, ingin memajukan suku Alor, padahal masih duduk di bangku SMA.
….
“Bu Rina, ini bukannya anak ibu ya?”, tanya manager Bu Rina, ibu Siska.
“Siapa?”
“Ini yang difoto ini”. Managernya menunjukkan foto, berupa screenshot berita tentang Siska.
Bu Rina kaget, ia tidak tahu kalau anaknya memberikan kontribusi dalam memajukan sebuah daerah.
“Coba kamu share linknya ke saya”
“Baik Bu”
Setelah mendapatkan linknya, Bu Rina langsung memberitahu suaminya tentang Siska.
“Eh liat deh si Siska, masuk ke berita. Dia bantu orang di Alor”
“Hah? Dia pergi sendiri?”
“Udah deh jangan marah dulu, Siska udah ngelakuin hal yang positif buat orang lain, kita harusnya apresiasi dia”
“Iya juga sih, tapi seharusnya kalau dia mau pergi bilang dulu”
“Dia udah SMA, biarin dia ambil keputusan sendiri”
Begitulah pembicaraan antara kedua orang tua Siska. DIsitulah mereka menyadari bahwa selama ini mereka sudah terlalu keras kepada Siska, mereka terlalu banyak menuntut soal nilai dan sekolah, padahal mungkin ia ingin memberikan kontribusi lebih kepada orang banyak. Mereka juga terlalu banyak menilai anaknya dari fisik, padahal hati anaknya sangatlah mulia.
No comments:
Post a Comment