Pagi
ini aku bangun pukul 5. Setelah diam sebentar, aku membuka gorden dan melihat
pemandangan diluar. Sinar matahari
langsung masuk saat aku membuka gorden.
Entah kenapa, saat melihat pemandangan diluar, hatiku langsung terasa
tenang dan semangat. Hari ini, aku
merasa sangat senang, karena kemarin kakak memberitahu bahwa malam nanti, kami
akan berkegiatan sampai subuh. Kakak
mengatakan bahwa nanti malam akan ada upacara ngalaksa, dengen durasi yang
panjang.
Setelah
5 menit menatap keluar, aku melihat kedua temanku, yang sama seperti kemarin,
masih tertidur lelap sambil dibungkus selimut.
Setelah beberes, aku segera ke kamar mandi untuk bebersih dan sikat
gigi. Saat aku keluar, ibu dan bapak
sedang tidak didalam rumah. Jadi saat
itu rumah terasa sangat sepi.
…
Sekembalinya
aku ke ruang tidur, aku langsung membereskan peralatan, kemudian membangunkan
kedua temanku. Cukup lama aku
membangunkan kedua temanku, sampai tiba-tiba Bu Cece masuk membawakan sarapan
untuk kami. Sarapan kali itu cukup berat dan enak menurutku. Beliau membawakan kami nasi, ayam goreng dan
beberapa sayur. Pagi itu ibu Cece juga
membuatkan kacang sangria dan kangkong yang rasanya enaaaakk sekali. Kalau bisa aku bawa pulang, pengen banget aku
bungkus, buat dimakan di Bandung.
HAHAHA..Sambil membawa masuk makanan Bu Cece berkata “Ayo neng dimakan
dulu, nanti kan mau kunjungan ke pertanian, harus makan banyak biar tenaganya
banyak!” dengan semangat. Setelah semua
beres, baru aku dan kedua temanku makan pagi.
Setelah
itu aku segera mandi dan membereskan barang-barang yang aku butuhkan untuk
kegiatan di hari itu. Dan setelah
berpamitan, kita segera berangkat ke pendopo, yang merupakan base camp kami
semua. Ternyata disana masih sangat sepi,
baru ada 2 orang yang datang. Akhirnya
aku dan kedua temanku memutuskan untuk menunggu saja. Tidak sampai 10 menit, akhirnya teman-teman
yang lain datang dan beberapa pengurus sanggar menyusul.
…
Setelah
semuanya berkumpul, kami dibriefing sebentar oleh kakak dan beberapa pengurus
sanggar. Mereka mengingatkan kami agar lebih
menjaga sikap dan perkataan saat berjalan-jalan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah itu kami segera berangkat ke
pertanian dan desa wisata Rancakalong.
Saat itu panas sekali, rasanya ingin diam saja di rumah.
Sebelum kami tiba di pertanian, kami
sempat singgah di tempat pengolahan ubi cilembu. Sebenarnya bukan tempat pengolahan sih, lebih
te[atnya tempat pengumpulan ubi sebelum dikirim ke kota-kota besar. Orang yang bekerja disana mengatakan, bahwa
sebenarnya ubi cilembu bukan berasal dari cilembu, tapi dari Kampung
Rancakalong.
Setelah
dari sana, kita berjalan sebentar, sampai akhirnya tiba di sebuah sawah yang
luaaaaassss banget. Bahagia banget deh
pas ngeliat sawah luas masih ada. Di Bandung
aku jarang banget ngeliat sawah yang seluas itu. Disana, ada berbagai macam tanaman yang ditanam,
salah satunya padi. Cukup lama kami
melihat-lihat masyarakat yang bekerja di sawah tersebut. Saat aku sedang melihat para petani, aku
dikagetkan dengan sekelompok bebek yang berjalan-jalan di sawah. Mereka terlihat sangat lucu, karena mereka
terlihat berkelompok, tapi jalannya rapih mengikuti jalan yang ada disekitar sawah.
Tak lupa, kami juga berfoto bersama dan
bermain-main disawah. Aku yang kebetulan
membawa kamera tidak lupa mengabadikan momen tersebut.
Setelah
cukup lama di sawah, kami segera pergi ke lokasi selanjutnya, yaitu desa
wisata. Sebetulnya desa wisata tidak
terlalu jauh dari sawah, kami hanya perlu berjalan sekitar 3 menit untuk sampai
ke sana. Setibanya kami disana, kami
diajak untuk beristirahat terlebih dahulu, kemudian kami mendapatkan penjelasan
dari Pak Tahya, yang merupakan pengurus sanggar. Penjelasan yang kami dapat tidak terlalu
banyak, kami lebih banyak melakukan diskusi siang itu.
Sekitar
1 jam kami mengobrol, sampai tiba saatnya kami untuk pulang. Kami harus membagikan angket lagi dan
melakukan wawancara ke masyarakat kampung.
Perjalanan siang itu terasa sangat berat, karena siang itu matahari
bersinar sangat terang dan kami hampir tidak ada yang membawa topi, tapi yam au
bagaimana lagi, kami harus menjalani semuanya.
Karena
aku dan beberapa teman keasikan mengobrol, akhirnya kami ketinggalan barisan. Karena diantara kami ada Kak Asep, kami
merasa cukup tenang, walaupun masih panik juga, karena jalan yang tadi kami
lewati merupakan gang dan banyak sekali gang disana, jadi cukup sulit untuk
menemukan jalan yang sesuai. Karena tidak
tahu jalan yang benar, kami sampai masuk ke sebuah hutan. Walaupun tidak menyeramkan, tapi hutan
tersebut seperti tidak ada ujungnya, kami hanya berputar-putar di hutan
tersebut. Sekitar 10 menit, akhirnya kami berhasil keluar dari hutan dan bisa
sampai kembali ke kampung. Sebetulnya saat
tersesat tadi aku tidak takut, malah senang, karena kalau kita tersesat, kan
bisa menjelajah ke tempat yang awalnya kita tidak tahu. Aku dari dulu memang suka menjelajah suatu
tempat jadi tersesat itu sangat aku tunggu.
HAHAHAHA…
…
Setibanya
kami di kampung, aku dan teman-teman akhirnya memutuskan untuk makan siang
terlebih dahulu, sebelum menyebarkan angket lagi. Saat itu di rumahku, sedang mati listrik,
jadi ibu di rumah kami tidak bisa masak dan ia merasa bersalah sekali saat kami
pulang dan belum ada makanan tersedia.
“Sudah bu tidak apa-apa, kami juga belum terlalu lapar”kami menjelaskan
pada ibu. Akhirnya Pak Rohendi angkat
bicara. “Adek makan mie instan aja
gapapa kan? Punten pisan”. Tanpa
menunggu lama, aku dan kedua temanku segera menganggukkan kepala.
Agar
tidak memberatkan ibu di rumah, akhirnya aku dan kedua temanku membuat mienya
sendiri. Sambil menunggu air mendidih,
aku sempat mengobrol dengan ibu dan bapak, serta Kang Obed, salah satu pengurus
sanggar juga. Dari obrolan tersebut, aku
mendapatkan cukup banyak informasi yang bisa berguna untuk makalahku.
…
Miepun
jadi. Aku dan kedua temanku makan dengan
lahap. Kami tidak bisa membohongi perut
kami, yang sebenarnya dari tadi sudah berteriak minta diberi makan. Setelah selesai makan, kami segera berangkat
untuk melakukan wawancara ke masyarakat sekitar. Kami semua berpencar, dan untungnya kami
mendapatkan cukup banyak narasumber.
Setelah
itu, kami berkumpul dan pergi ke sekolah yang kemarin kami datangi. Kami sudah
sepakat dengan guru di sekolah tersebut, akan mengambil angket yang kemarin
kami titipkan di sore hari. Perjalanan
ke sekolah itu tidak terlalu lama, dan saat kami sampai di sekolah tersebut,
kami semua deg-degan. Sekolah tersebut
terlihat sepi dan semua pintu terlihat tertutup. Aku yang berusaha positive thinking mengajak
teman-teman untuk coba masuk dulu dan melihat, apakah sekolah sudah benar-benar
kosong. Ternyata memang benar, saat itu
sekolah sudah kosong dan semua pintu dikunci. Aku yang memang sejak kemarin SMS-an
dengan guru di sekolah itu, cukup bingung, karena dia sempat bilang bahwa dia
akan berada di sekolah sampai sore, tapi ternyata tidak.
Akhirnya
kami memutuskan untuk kembali ke kampung dan mengambil angketnya besok pagi
saja. Di perjalanan pulang, kami
mengobrol dan membeli beberapa jajanan.
Sore itu, semua teman-teman mengunjungi rumahku, jadi rumahku terasa
sangat ramai. Disana, kami mengobrol dan
makan. Di rumahku banyak sekali makanan
yang diberikan, sedangkan aku dan kedua teman serumahku, jarang sekali dirumah
untuk ngemil. Jadi senang saja bisa
makan ramai-ramai disana.
Saat
sedang mengobrol, aku menyempatkan diri untuk mengecek HP, dan ada 2 SMS baru masuk.
Setelah dibuka ternyata itu adalah SMS dari guru yang ada di sekolah. Aku baru sadar, ternyata sinyal di kampung
itu cukup jelek dan SMS jadi lama sekali terkirimnya. Aku pun membuka SMS dan disana ada pemberitahuan,
bahwa ia akan pulang lebih cepat dan meminta kepada kita untuk mengambil angket
tidak terlalu sore. Setelah memberitahukan kepada teman-teman,
kami pun sepakat akan mengambil angket itu besok pagi, sebelum kami kembali ke
Bandung. Setelah selesai, kami kembali
ke rumah masing-masing untuk mandi dan beristirahat sebentar, karena setelah
ini, kami akan mengikuti upacara adat kampung tersebut, yaitu Hajat
Golong.
…
Setelah
semua berkumpul di pendopo, kami segera berangkat ke rumah kepala desa
Rancakalong, untuk melaksanakan Hajat Golong.
Ternyata di tengah jalan, hujan turun walaupun tidak terlalu deras. Kami mempercepat langkah kami, agar cepat
sampai. Tapi karena jalannya masih tanah
dan turun hujan, jadi tanahnya licin dan cukup menghambat.
Sesampainya
kami disana, kami segera dipersilakan duduk.
Kami semua membuat lingkaran besar bersama warga yang lain. Ditengah-tengah terdapat makanan dan beberapa
persembahan seperti ikan dan beberapa sayuran.
Tak lupa,terdapat kemenyan dan beberapa dupa juga di setiap sisi. Sebetulnya aku tidak terlalu mengerti ini upacara apa, karena mereka
banyak berbicara menggunakan bahasa arab jadi aku kurang mengerti apa yang
dibicarakan.
Sekitar
1 jam kami melaksanakan upacara tersebut, sampai akhirnya tiba waktu untuk
makan. Setiap orang diberikan kupat yang besar sekali. Nanti untuk lauknya
kita ambil sendiri. Lauknya berupa opor
tapi pakai sayur nangka. Kemudian kita
taburkan krupuk kuning diatasnya. Unik
sih menurutku, karena aku tidak pernah menemukan makanan seperti ini di
Bandung. Rasa makanannya enak. Sedikit bersantan dan ada sedikit rasa asamnya. Walaupun ada rasa manisnya, tapi makanan ini lebih dominan rasa asin.
Setelah
aku menjalankan upacara tersebut, akhirnya aku mengerti apa maksud dari upcara
ini, yaitu mengucapkan rasa syukur dan terima kasih ada Tuhan. Aku merasa senang dan bangga bisa ikut serta
dalam upacara tersebut. 😊 Aku merasa tidak sabar, karena nanti malam,
kami juga akan mengikuti upacara adat kampung tersebut yang katanya berhubungan
dengan hal mistis. Kira-kira bagaimana
ceritanya? Tunggu blog selanjutnya yaaa…
No comments:
Post a Comment