Selama
semester 1, kegiatanku di KPB terbilang cukup padat. Aku banyak mengerjakan proyek dan bertemu
dengan komunitas atau orang-orang baru.
Salah satu komunitas yang aku temui adalah YPBB yang merupakan singkatan
dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi. Kelas
10 bersama YPBB berkolaborasi untuk mengerjakan proyek sistem sampah yang
rencananya akan dijalankan di Semi Palar.
Kami berfoto bersama Pak RW dan beberapa pengurus |
Tanggal 6
November kemarin, kami, kelas 10 berkegiatan di daerah Cimahi untuk melakukan
riset tentang maggot. Apa sih maggot
itu? Maggot merupakan salah satu jenis larva yang digunakan untuk membantu
menguraikan sampah organik, seperti sampah dapur. Maggot sendiri adalah anak dari jenis lalat
Black Soldier Fly yang berwarna hitam dan konon katanya berprotein tinggi.
Sekitar jam
9, kita berangkat ke Cimahi dan bertemu dengan salah satu pengurus yang bernama
Pak Mus. Sebelum kami melihat
pembudidayaan maggot, kami dijelaskan terlebih dahulu apa itu maggot, apa latar
belakang masyarakat disana membudidayakan maggot dan sebagainya. Awalnya
masyarakat di daerah sana sangat tidak peduli dengan sampah, mereka membuang
sampah sembarangan dan masih menyatukan sampahnya, antara yang organik dan anorganik,
tapi sejak 2017, beberapa orang bersama dengan YPBB memulai Gerakan Zero Waste
yang sampai sekarang masih dilaksanakan.
Ternyata Gerakan tersebut berhasil dilakukan sehingga wilayah tersebut (RW
17) mendapatkan cukup banyak penghargaan dari pemerintah perihal pengelolaan
sampah.
Bebek peliharaan yang diberi makan maggot |
Setelah selesai
dijelaskan, kami langsung berjalan ke
tempat pembudidayaan maggot. Perjalanan
memakan waktu sekitar 5 menit. Saat
masuk, ternyata disana tidak hanya ada pembudidayaan maggot, tapi ada
pembudidayaan lalatnya juga. Selain itu di sana ada pembudidayaan ayam serta
bebek. Ternyata maggot yang digunakan untuk memakan sampah organik dijadikan
pakan ayam dan bebek juga karena sifatnya yang tinggi protein. Menurutku ini menarik karena aku dengar
penjelasan dari Pak Mus, di masa depan protein (seperti ayam, sapi dan kambing)
bisa saja digantikan dengan maggot. Walaupun
aku tidak bisa membayangkan, akan seperti apa nanti jika aku harus mengkonsumsi
makanan berbahan dasar maggot di masa depan.
😊
Cara
membudidayakan maggot sebenarnya tidak terlalu sulit, tapi langkah awal yang
harus dilakukan adalah menemukan lalat dengan jenis yang tepat terlebih
dahulu. Membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk membudidayakan lalat tersebut.
Di Cimahi sendiri kandang lalat terbuat dari jaring yang tidak lupa
diberikan atap. Dalam waktu yang cukup
singkat, lalat tersebut sudah bisa berkembang biak. Selanjutnya, larva lalat tersebut akan
dikeluarkan dari kandang dan dipindahkan ke tempat dimana ada banyak sekali sampah organik, mulai
dari sisa sayuran, daun-daun kering sampai bangkai ayam. Anehnya sampah-sampah tersebut tidak sebau
kalau kita temukan di jalan. Ya walaupun
masih tetap ada baunya, tapi tidak menyengat.
Disana terlihat maggot makan dan bertumbuh sangat cepat. Katanya maggot ini bisa mengolah sampah
organik dengan cepat dan banyak. Itulah
sebabnya, maggot itu gemuk-gemuk sekali.
Selain itu karena karakternya yang bisa dengan cepat menguraikan sampah organik,
maggot juga banyak dicari orang. Usia
maggot tidak terlalu lama, setelah masa perkembangbiakannya usai biasanya
mereka akan mati.
Maggot yang sedang dikembangbiakan |
Pak RW menjelaskan
kalau maggot akan lebih cepat menguraikan sampah kalau yang diberikan adalah
sisa sampah dapur. Disana aku sempat
melihat ada 1 sampah daun yang sepertinya sudah cukup lama dimasukkan ke tempat
maggot berkembang biak dan bentuknya masih utuh, tidak banyak berubah,
sedangakn sampah dapur seperti sisa potongan sayur sudah banyak yang
hancur.
Setelah
melihat pembudidayaan maggot, kita dijelaskan tentang pembudidayaan ayam, bebek
dan beberapa tanaman. DIsana mereka
sudah menghasilkan telur ayam dan telur bebek sendiri yang bisa dibilang telur
organik. Untuk makan bebeknya, mereka
menyediakan satu tempat (seperti genangan air).
Disana biasanya bebek makan dan berenang. Untuk memanfaatkan lahan, mereka menggunakan
tempat tersebut untuk menanam kangkung juga.
Menurutku ini menarik karena aku baru pertama kali melihat dengan mata
sendiri tentang sistem kombinasi (budidaya maggot, budidaya bebek dan ayam
dalam satu tempat yang sama)
Hal menarik
lain yang aku dapatkan selama berkegiatan disana adalah tentang maggot karena
aku baru tahu maggot saat berkunjung kesana.
Ternyata budidayanya juga tidak terlalu sulit, tapi manfaat maggot untuk
manusia sangatlah banyak. Selain itu
aku juga cukup tertarik dengan masyarakat disana, karena ternyata cukup banyak
masyarakat di Bandung yang sudah peduli dengan bahayanya sampah, karena selama
ini aku sering malihatnya manusia yang tidai peduli dengan sampah, dengan buang
sampah sembarangan, menggunakan plastik sekali pakai dan sebagainya. Aku harap seiring berjalannya waktu, semakin
banyak masyarakat yang sadar bahayanya sampah dan mau untuk mengurangi dan
memilah sampahnya untuk masa depan yang lebih baik.
Dari
kegiatan ini, aku terinspirasi untuk menerapkan sistem kombinasi (dengan
budidaya maggot) juga di Semi Palar, karena sepertinya akan menarik sekali
apabila sistem ini diterapkan di Semi Palar.
Selain untuk membantu sistem sampah, bisa juga jadi bahan edukasi untuk
murid-murid yang lebih kecil. Selain
budidayanya yang gampang, ternyata ada cukup banyak manfaat maggot selain untuk
menguraikan sampah organik. Selain itu
aku juga terinspirasi untuk lebih peduli lagi dan lebih keras perihal
sampah. Contohnya melawan rasa malas untuk
memisahkan sampah organic, anorganik untuk ecobrick maupun sampah anorganik biasa,
karena orang-orang diluar sana juga bisa melakukan, kenapa aku tidak bisa. Terakhir inspirasi yang aku dapatkan adalah untuk
menerapkan maggot di Bandung, dimulai dari rumah dan sekolah, karena menurutku
ini cukup efektif untuk mengurangi sampah organik. Budidaya yang gampang dan sifatnya yang lebih
efektif dan cepat menjadi factor pertimbangan penting.