3.10.2018

Bubur Kacang seharga Rp.5000 untuk 3 orang?? #Perjalanan Cicalengka2

Kejadian salah naik kereta ini membuatku tertawa terbahak-bahak.  (baca dulu blog Perjalanan Cicalengka yang pertama) Perasaanku jadi campur aduk, antara takut dan beruntung karena tadi tidak terbawa sampai ke Padalarang tapi juga ingin tertawa soalnya ngakak bisa sampai salah kereta.  Ternyata kesalahan kelompokku terletak pada saat kami baca tiket.  Ditiket dituliskan kami harus menaiki kereta yang nantinya akan berada di jalur 2 sedangkan kereta yang kami naiki tadi (yang salah) berada di jalur 3. 
                Setelah turun dari kereta dan dinasehati kakak, kereta dengan jurusan Kiara Condong-Cicalengka datang.  Kami dijaga oleh beberapa petugas di stasiun agar tidak terlalu dekat dengan rel kereta, karena bisa tertabrak.  Walaupun kami sudah berdiri jauh dari rel kereta, angin yang berhembus masih terasa sangat kencang bahkan hampir menerbangkan tiket yang aku bawa.  Setelah kereta berhenti sempurna, aku beserta teman sekelompokku segera naik kereta tersebut.  (Kali ini tidak salah kereta lagi kok..) 😊
                Didalam kereta, aku dan teman sekelompokku sempat kesulitan mencari tempat duduk karena hampir semua tempat duduk penuh.  Kakak sempat memberitahu kami, bahwa di perjalanan ketiga ini, setiap kelompok harus duduk di gerbong yang berbeda.  Maka dari itu kami, antar kelompok tidak ada yang berkomunikasi selama di kereta.  Jujur pada saat di kereta aku panik karena aku takut tidak sempat turun di stasiun yang dituju. Kami melewati 4 stasiun sebelum sampai di Cicalengka, yaitu lewat Kiara Condong, Cimekar, Rancaekek, Haur Pugur dan terakhir berenti di CIcalengka.    Kondisi setiap stasiun berbeda-beda, ada yang kecil sekali dan ada yang besar.  Kebersihan di setiap stasiun juga berbeda-beda, ada yang bersih dan ada yang kotor.  Selama di perjalanan, di kanan dan kiri banyak sawah dan banyak rumah penduduk.  Terkadang ada pakaian yang dijemur oleh para penduduk di atap rumahnya. 
                Didalam kereta, kami diberikan tantangan oleh kakak.  Tantangan tersebut adalah kami harus mengobrol dengan 1-2 penumpang kereta dan harus mengamati kondisi di setiap stasiun yang dilewati.  Di dalam kereta aku mengobrol dengan salah satu penumpang, ia bernama Pak Cece.  Pak Cece ini duduk di belakang kursiku.  Tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa dekat dengan Pak Cece.  Ternyata beliau juga ramah dan tidak asa-asa saat mengobrol denganku, sehingga terjadi timbal balik antara aku dan Pak Cece.  Pak Cece ini rumahnya di Cicalengka dan dia baru pulang dari Bandung karena menengok kakaknya yang tinggal di Bandung.  Sehari-harinya ia berkegiatan di Cicalengka dan bekerja disana.  Saat kereta sudah mau sampai di stasiun yang kami tuju, aku berpamitan dengan Pak Cece untuk bersiap-siap turun.  Dari wawancara ini aku jadi sadar, bahwa tidak semua orang baru menyeramkan  dan berbahaya, masih ada banyak orang yang baik diluar sana.  Selama di dalam kereta, aku juga mengambil foto dan mencatat hasil wawancara teman sekelompokku, yaitu Chaca dan Bimo. 
                Kereta pun sampai di Cicalengka! Petualangan kami di Cicalengka dimulai disini.  Setelah semua keluar dari kereta, kami diajak berkumpul oleh kakak di salah satu titik di stasiun Cicalengka.  Setelah kami berkumpul, kakak mengajak kami berjalan bersama ke Masjid Agung Cicalengka.  Sesampainya di Masjid Agung Cicalengka kami diperbolehkan istirahat oleh kakak.  Perjalanan dari Stasiun Cicalengka ke Masjid tidak memakan waktu yang lama, walaupun jarak antara stasiun dan masjid lumayan jauh.  Di masjid, ketua kelompok dipanggil kakak, karena kakak akan memberikan tugas yang baru.  Ketua kelompok dari kelompokku adalah Chaca.  Selama ketua kelompok bersama kakak, aku mengambil beberapa foto dan mencatat beberapa hal, seperti kondisi masjid diwaktu itu.   
                Setelah ketua kelompok kembali, mereka membriefing kelompoknya masing-masing.  Ternyata ada beberapa tempat yang kami kunjungi, kalau dihitung ada 12 tempat yang harus kami datangi.  Selain harus mengunjungi tempat-tempat tersebut, kita juga harus membuat peta daerah itu.  Aku dan kelompokku pun berdiskusi, akan mulai dari mana kami menjelajah daerah Cicalengka ini.  Setelah tahu mau mulai menjelajah dari mana, aku dan kelompok lapor ke kakak kemudian berangkat. 
                 Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Pasar Siupi, salah satu pasar yang ada di Cicalengka.  Sesampainya di pasar aku langsung mencari pedagang yang kelihatannya sedang tidak sibuk.   Pedagang yang aku ajak wawancara kemarin adalah Bu Oni.  Beliau merupakan seorang pedagang rempah dan sayur.  Bu Oni ini tinggal di Cicalengka dan sehari-harinya berdagang disini, barang dagangannya juga bukan ia beli sendiri, melainkan ada orang-orang yang menitipkan barang dagangan padanya.  Pendapatannya setiap bulan adalah Rp.500.000,- dan cukup untuk menghidupi ia dan keluarganya sehari-hari.  Pada saat mewawancara Bu Oni, kami sekelompok mewawancaranya secara bergerombol,sampai akhirnya aku menyuruh Chaca dan Bimo agar berpencar, tidak mengerumuni 1 pedagang sekaligus, karena biasanya kalau kita mewawancaranya secara bergerombol, narasumber akan merasa diintrogasi dan jadi tidak berani mengeluarkan pendapatnya. 
                Sebelum kami berpisah di pasar, kami berdiskusi dulu, untuk menentukan dimana check point kami dan pada mau mewawancara ke  arah mana.  Setelah semua setuju, kami pun berpisah.  Aku mewawancara  tidak jauh dari tempat Bu Oni berdagang.  Aku bertemu dengan Pak Aim, salah satu pedagang perabot rumah tangga.  Pak Aim sudah berjualan di pasar ini selama 6 bulan, barang yang ia jual juga merupakan barang-barang dari Bandung.  Sebelum ia membuka lapak disini, dia harus pergi ke Bandung dulu kemudian membeli perabot rumah tangga disana, seperti piring, sapu, botol, centong, sikat dan mangkok.  Yang membeli barang dagangannya biasanya adalah ibu-ibu rumah tangga dan yang paling laku dibeli adalah piring.  Dari Pak Aim juga aku jadi tahu, bahwa Pasar Siupi ini baru dibangun satu tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2017. 
                Setelah selesai mewawancara Pak Aim aku pun berpamitan dan meninggalkan lapaknya.  Tak jauh dari tempatku wawancara aku melihat Chaca sedang mewawancara seorang pedagang bubur kacang, sedangkan Bimo sedang asik memotret.  Aku segera menghampiri Bimo kemudian mulai memotret juga.  Ternyata dari tadi Bimo hanya memotret tidak mewawancara pedagang lainnya.  Aku dan Bimo pun menunggu Chaca selesai wawancara, karena setelah dari pasar, kami akan langsung pergi menuju ke salah satu sekolah yang ada di Cicalengka.  Setelah Chaca selesai wawancara, ia tiba-tiba menawari aku dan Bimo untuk makan terlebih dahulu “Eh itu bubur kacangnya kayaknya enak deh murah juga cuman 5000 beli yuk laper nih aku belum sarapan”ujar Chaca semangat.  “Isinya apa?”aku bertanya dengan spontan.  “Ya bubur-bubur kacang gitu lahh masa kamu gak tahu”Bimo menimpali.  Akhirnya karena aku juga kasian Chaca belum sarapan, aku dan kelompokku singgah dulu di tukang bubur tersebut. 
                Ibu penjual bubur kacang itu sangat ramah.  Beliau bernama Ibu Eti.  Ia melayani kami dengan baik.  Tempatnya berjualan juga bersih tidak dipenuhi lalat.  Selama melayani, ibu itu banyak bertanya kepada kami, seperti “dari mana dek?” atau “ini the pada mau kemana bawa tas meni gede-gede”.  Ternyata logat berbicara orang Cicalengka dengan orang Bandung tidak berbeda jauh, bahkan banyak yang mirip.  Sekitar 3 menit kami menunggu akhirnya pesanan kami datang.  Kami hanya membeli 1 mangkuk bubur kacang untuk dimakan bertiga.  Bubur kacang itu merupakan campuran dari berbagai jenis kacang.  Dalam satu mangkuk bubur kacang, terdapat kacang hijau, ketan hitam, santan dan campuran lainnya.  Porsinya juga besar, sehingga untuk dimakan bertiga sangat pas.  Rasa yang paling menonjol dari makanan ini adalah manis.  Walaupun tidak ditambahkan banyak gula, namun dengan adanya kacang hijau dan ketan hitam, bisa menambahkan cita rasa manisnya.  Sambil makan, kami juga mengobrol dengan ibu Eti. 
                Kami pun selesai makan.  Perut kami sudah terisi dan kami pun siap bertualang kembali.  

To be continued...

No comments:

Post a Comment