1.27.2019

Seseram apa sih Upacara Tarawangsa?? #5


                Setelah upacara Hajat Golong selesai, aku dan teman-teman kembali ke rumah masing-masing untuk makan malam dan bersiap untuk upacara selanjutnya, yaitu Tarawangsa.  Jujur aku sangat tidak sabar untuk ikut tarawangsa, karena dari yang aku baca, kegiatan tersebut banyak sekali kaitannya dengan alam lain.  Ada yang bilang kegiatan tersebut berhubungan dengan mahkluk gaib, ada juga yang mengatakan itu upacara biasa.  Jadi aku ingin membuktikan sendiri, sebenarnya Tarawangsa itu upacara apa. 
                Karena saat upacara Hajat Golong tadi kami sudah makan, kami semua memutuskan untuk makan malam sedikit saja, hanya untuk mengganjal.  Tapi malam itu cukup berbeda dirumahku.  Bapak dan ibu di rumahku sibuk sekali dan terlihat sering keluar rumah.  Ternyata mereka sibuk mempersiapkan acara tarawangsa nanti malam.  Akhirnya aku dan kedua temanku disuruh untuk makan duluan.
                Malam itu, kami berkumpul di rumah salah satu teman. Kami berkumpul sambil bermain dan mengobrol bersama.  Beberapa dari kami juga ada yang tertidur karena kelelahan.  Aku sangat menyukai udara dan suasana malam hari di Kampung Rancakalong karena udaranya masih segar dan langit masih terlihat cerah, tidak seperti di kota yang kalau sudah malam berubah menjadi hitam.
                Sebentar lagi waktu menunjukkan pukul 8.  Kami akan segera berangkat ke pendopo, tempat dilaksanakannya Tarawangsa.  Sebelum kami kesana, kami singgah dulu di rumah Pak RT.  Disana, kami membuat teh susu yang rasanya enak sekali.  Walaupun bahan yang digunakan sederhana, tapi rasanya enak dan cukup untuk menghangatkan tubuh kita yang dingin.  Sekitar 10 menit kita mium kemudian kami langsung pergi ke pendopo. 
                Sesampainya kami disana, terlihat sudah banyak orang yang datang.  Mayoritas yang datangnya adalah ibu-ibu.  Mereka terlihat asik mengobrol satu sama lain.  Oh iya, peraturan yang ada di kampung itu adalah kalau kita datang ke suatu forum, kita harus menyalami semua orang yang sudah berada disana.  Di depan, terlihat ada 2 patung kecil dan beberapa sesajen yang sudah didoakan oleh sesepuh. 
                Dan setelah kami bersalaman, kami menempati tempat yang kosong kemudian duduk.  Cukup lama kami menunggu, sampai akhirnya acarapun dimulai.  Aku yang tadinya semangat, tiba-tiba jadi malas karena sudah sedikit mengantuk juga.  Tapi karena aku penasaran dengan tarawangsa, akupun berusaha untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut. 
                Bapak kepala desa dan beberapa pengurus sanggar berbicara.  Aku pikir pembuka tersebut hanya sebentar dan setelah itu kami akan memulai acara tarawangsanya, tapi ternyata pembukaannya lama sekali, hampir 2 jam.  2 jam itu hanya kepala desa dan 2 pengurus sanggar yang berbicara.  Ingin rasanya kembali ke rumah, merebahkan tubuh kemudian tidur.  Entah kenapa, hari itu, aku merasa lelah sekali, padahal kegiatan hari itu tidak sepadat kegiatan kemarin.  Aku melihat teman-temanku yang lain dan ternyata sudah ada beberapa yang tertidur. 
                Setelah 2 jam berlalu, akhirnya alat musik khas Rancakalong yaitu Tarawangsa mulai dimainkan.  Selain Tarawangsa, kecapi juga dialunkan.  Saat musik dialunkan, kami yang perempuan dibagikan kain dengan berbagai warna, ada yang merah, kuning, putih dan hijau.  Awalnya kami bingung, kain ini untuk apa, dan ternyata kami harus menari menggunakan kain tersebut.  Pada awalnya ada seorang ibu yang berjalan ke tengah lingkaran kemudian dia mulai menari dan katanya sih ada yang mengendalikan tubuhnya saat menari.  Yang awalnya hanya 1 orang, semakin banyak ibu-ibu yang berjalan ke tengah dan menari. 
                Masyarakat lain yang tidak ikut menari mengajak kami untuk ikut menari ditengah, tapi kami semua menolak.  Aku sih jujur malu menari ditengah, karena aku memang kurang suka menari apalagi didepan orang baru yang banyak.  Tapi tangan kami ditarik oleh beberapa pengurus sanggar dan mau tidak mau kami pun jadi ikut menari ditengah.  Kain yang tadi kami dapatkan, dipakaikan oleh ibu-ibu dipundak kami.  Kami harus menari sambil memegang kain tersebut, dan katanya lama kelamaan kami akan bergerak dengan sendirinya. 
                Musik terus dimainkan, hingga aku mulai merasa lelah.  Kami menari cukup lama dan gerakannya berbeda-beda, ibu-ibu disana membantu kami untuk menarikannya dengan baik.  Akhirnya musik berhenti dan kami diperbolehkan untuk beristirahat.  Ternyata ditempat duduk kami sudah disediakan beberapa makanan ringan seperti biscuit dan keripik. Tidak sia-sia perjuangan kami menari tadi HAHAHA…
                Setelah makan, sekarang giliran kami melihat yang laki-laki menari.  Awalnya ada seorang bapak yang berjalan ke tengah dan menari. Tarian beliau berbeda jauh dengan yang tadi ditarikan oleh ibu-ibu.  Tariannya terlihat lebih kasar dan menyeramkan.  Ia membawa seperti golok yang dibungkus ditangannya.  Kami yang perempuan saling berpegangan tangan, jujur kami semua ketakutan melihat tariannya yang begitu bersemangat dan kasar. 
                Cukup lama ia menari, sampai akhirnya beliau mengajak guru kami yang laki untuk menari juga. Ia memakaikan sebuah kain pada guru kami dan memberikan goloknya pada guru kami.  Dan saat golok itu diberikan, guru kami langsung menari dengan lincah dan heboh. Menarik sekali pengalaman malam itu, karena aku bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang selama ini ada di kepalaku. 
                Setelah kegiatan menari tersebut, kami diberikan waktu untuk istirahat. Kami diberikan waktu untuk ke toilet, dan melakukan peregangan sedikit.  Aku merasa sangat pegal, karena dari tadi hanya duduk diam di lantai. Belum lagi udara saat itu dingin sekali, jadi tantangannya double..
                Melihat waktu yang sekarang hampir menunjukkan pukul 12 malam, akhirnya pengurus sanggar menanyakan pada kami, apakah kami akan ikut upacara sampai akhir atau tidak.  Beberapa dari kami ingin melanjutkan upacaranya, tapi ada juga yang sudah lelah jadi ingin segera tidur.  Dan setelah kami berdiskusi, akhirnya kami memutuskan untuk mengikuti lagi upacar tarawangsa, sampai semuanya benar-benar mengantuk. 
                Selanjutnya ada beberapa orang yang menari-nari lagi.  Upacara itu terasa semakin meriah saat musik yang dimainkan semakin kencang.  Kami yang perempuan diajak untuk menari lagi dan sekarang aku mulai menikmati serunya upacara Tarawangsa ini.  Sampai tidak terasa ternyata sekarang sudah menunjukkan pukul 2 subuh.  Kami mulai mengantuk dan tidak semangat lagi mengikuti kegiatan ini.  Beberapa teman bahkan sudah ada yang tertidur di lokasi.  HAHAHA, lucu melihat teman-temanku tertidur seperti itu. 
                Kamipun berpamitan dengan warga yang masih berkegiatan.  Kami dibriefing sebentar oleh kakak kemudian kami diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing.  Jadwal yang diberikan kakak kepada kami tentang Tarawangsa berbeda jauh dengan realisasinya. Di jadwal seharusnya acara ini selesai pukul 10 malam, tapi ternyata jam 10 baru selesai pembukaannya saja. 
                Setibanya aku dirumah, aku dan teman-teman langsung bersiap tidur. Rasanya mata ini sudah tidak kuat lagi untuk terbuka. Setelah beres, aku dan teman-teman langsung merebahkan diri di kasur.  Walaupun mengantuk, kami masih saja mengobrol membicarakan banyak hal, sampai akhirnya kami semua tertidur.  Sepertinya kami baru tertidur pukul 3 subuh.. HAHAHAHA

1.08.2019

Upacara Hajat Golong?? Apa itu?? #4


                Pagi ini aku bangun pukul 5. Setelah diam sebentar, aku membuka gorden dan melihat pemandangan diluar.  Sinar matahari langsung masuk saat aku membuka gorden.  Entah kenapa, saat melihat pemandangan diluar, hatiku langsung terasa tenang dan semangat.  Hari ini, aku merasa sangat senang, karena kemarin kakak memberitahu bahwa malam nanti, kami akan berkegiatan sampai subuh.  Kakak mengatakan bahwa nanti malam akan ada upacara ngalaksa, dengen durasi yang panjang. 
                Setelah 5 menit menatap keluar, aku melihat kedua temanku, yang sama seperti kemarin, masih tertidur lelap sambil dibungkus selimut.  Setelah beberes, aku segera ke kamar mandi untuk bebersih dan sikat gigi.  Saat aku keluar, ibu dan bapak sedang tidak didalam rumah.  Jadi saat itu rumah terasa sangat sepi. 
                Sekembalinya aku ke ruang tidur, aku langsung membereskan peralatan, kemudian membangunkan kedua temanku.  Cukup lama aku membangunkan kedua temanku, sampai tiba-tiba Bu Cece masuk membawakan sarapan untuk kami. Sarapan kali itu cukup berat dan enak menurutku.  Beliau membawakan kami nasi, ayam goreng dan beberapa sayur.  Pagi itu ibu Cece juga membuatkan kacang sangria dan kangkong yang rasanya enaaaakk sekali.  Kalau bisa aku bawa pulang, pengen banget aku bungkus, buat dimakan di Bandung.  HAHAHA..Sambil membawa masuk makanan Bu Cece berkata “Ayo neng dimakan dulu, nanti kan mau kunjungan ke pertanian, harus makan banyak biar tenaganya banyak!” dengan semangat.  Setelah semua beres, baru aku dan kedua temanku makan pagi.
                Setelah itu aku segera mandi dan membereskan barang-barang yang aku butuhkan untuk kegiatan di hari itu.  Dan setelah berpamitan, kita segera berangkat ke pendopo, yang merupakan base camp kami semua.  Ternyata disana masih sangat sepi, baru ada 2 orang yang datang.  Akhirnya aku dan kedua temanku memutuskan untuk menunggu saja.  Tidak sampai 10 menit, akhirnya teman-teman yang lain datang dan beberapa pengurus sanggar menyusul.
                Setelah semuanya berkumpul, kami dibriefing sebentar oleh kakak dan beberapa pengurus sanggar.  Mereka mengingatkan kami agar lebih menjaga sikap dan perkataan saat berjalan-jalan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Setelah itu kami segera berangkat ke pertanian dan desa wisata Rancakalong.  Saat itu panas sekali, rasanya ingin diam saja di rumah. 
Sebelum kami tiba di pertanian, kami sempat singgah di tempat pengolahan ubi cilembu.  Sebenarnya bukan tempat pengolahan sih, lebih te[atnya tempat pengumpulan ubi sebelum dikirim ke kota-kota besar.  Orang yang bekerja disana mengatakan, bahwa sebenarnya ubi cilembu bukan berasal dari cilembu, tapi dari Kampung Rancakalong. 
                Setelah dari sana, kita berjalan sebentar, sampai akhirnya tiba di sebuah sawah yang luaaaaassss banget.  Bahagia banget deh pas ngeliat sawah luas masih ada.  Di Bandung aku jarang banget ngeliat sawah yang seluas itu.  Disana, ada berbagai macam tanaman yang ditanam, salah satunya padi.  Cukup lama kami melihat-lihat masyarakat yang bekerja di sawah tersebut.  Saat aku sedang melihat para petani, aku dikagetkan dengan sekelompok bebek yang berjalan-jalan di sawah.  Mereka terlihat sangat lucu, karena mereka terlihat berkelompok, tapi jalannya rapih mengikuti jalan yang ada disekitar sawah. 
Tak lupa, kami juga berfoto bersama dan bermain-main disawah.  Aku yang kebetulan membawa kamera tidak lupa mengabadikan momen tersebut. 
                Setelah cukup lama di sawah, kami segera pergi ke lokasi selanjutnya, yaitu desa wisata.  Sebetulnya desa wisata tidak terlalu jauh dari sawah, kami hanya perlu berjalan sekitar 3 menit untuk sampai ke sana.  Setibanya kami disana, kami diajak untuk beristirahat terlebih dahulu, kemudian kami mendapatkan penjelasan dari Pak Tahya, yang merupakan pengurus sanggar.  Penjelasan yang kami dapat tidak terlalu banyak, kami lebih banyak melakukan diskusi siang itu. 
                Sekitar 1 jam kami mengobrol, sampai tiba saatnya kami untuk pulang.  Kami harus membagikan angket lagi dan melakukan wawancara ke masyarakat kampung.  Perjalanan siang itu terasa sangat berat, karena siang itu matahari bersinar sangat terang dan kami hampir tidak ada yang membawa topi, tapi yam au bagaimana lagi, kami harus menjalani semuanya. 
                Karena aku dan beberapa teman keasikan mengobrol, akhirnya kami ketinggalan barisan.  Karena diantara kami ada Kak Asep, kami merasa cukup tenang, walaupun masih panik juga, karena jalan yang tadi kami lewati merupakan gang dan banyak sekali gang disana, jadi cukup sulit untuk menemukan jalan yang sesuai.  Karena tidak tahu jalan yang benar, kami sampai masuk ke sebuah hutan.  Walaupun tidak menyeramkan, tapi hutan tersebut seperti tidak ada ujungnya, kami hanya berputar-putar di hutan tersebut. Sekitar 10 menit, akhirnya kami berhasil keluar dari hutan dan bisa sampai kembali ke kampung.  Sebetulnya saat tersesat tadi aku tidak takut, malah senang, karena kalau kita tersesat, kan bisa menjelajah ke tempat yang awalnya kita tidak tahu.  Aku dari dulu memang suka menjelajah suatu tempat jadi tersesat itu sangat aku tunggu.  HAHAHAHA…
                Setibanya kami di kampung, aku dan teman-teman akhirnya memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu, sebelum menyebarkan angket lagi.  Saat itu di rumahku, sedang mati listrik, jadi ibu di rumah kami tidak bisa masak dan ia merasa bersalah sekali saat kami pulang dan belum ada makanan tersedia.  “Sudah bu tidak apa-apa, kami juga belum terlalu lapar”kami menjelaskan pada ibu.  Akhirnya Pak Rohendi angkat bicara.  “Adek makan mie instan aja gapapa kan? Punten pisan”.  Tanpa menunggu lama, aku dan kedua temanku segera menganggukkan kepala. 
                Agar tidak memberatkan ibu di rumah, akhirnya aku dan kedua temanku membuat mienya sendiri.  Sambil menunggu air mendidih, aku sempat mengobrol dengan ibu dan bapak, serta Kang Obed, salah satu pengurus sanggar juga.  Dari obrolan tersebut, aku mendapatkan cukup banyak informasi yang bisa berguna untuk makalahku. 
                Miepun jadi.  Aku dan kedua temanku makan dengan lahap.  Kami tidak bisa membohongi perut kami, yang sebenarnya dari tadi sudah berteriak minta diberi makan.  Setelah selesai makan, kami segera berangkat untuk melakukan wawancara ke masyarakat sekitar.  Kami semua berpencar, dan untungnya kami mendapatkan cukup banyak narasumber. 
                Setelah itu, kami berkumpul dan pergi ke sekolah yang kemarin kami datangi. Kami sudah sepakat dengan guru di sekolah tersebut, akan mengambil angket yang kemarin kami titipkan di sore hari.  Perjalanan ke sekolah itu tidak terlalu lama, dan saat kami sampai di sekolah tersebut, kami semua deg-degan.  Sekolah tersebut terlihat sepi dan semua pintu terlihat tertutup.  Aku yang berusaha positive thinking mengajak teman-teman untuk coba masuk dulu dan melihat, apakah sekolah sudah benar-benar kosong.  Ternyata memang benar, saat itu sekolah sudah kosong dan semua pintu dikunci. Aku yang memang sejak kemarin SMS-an dengan guru di sekolah itu, cukup bingung, karena dia sempat bilang bahwa dia akan berada di sekolah sampai sore, tapi ternyata tidak. 
                Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke kampung dan mengambil angketnya besok pagi saja.  Di perjalanan pulang, kami mengobrol dan membeli beberapa jajanan.  Sore itu, semua teman-teman mengunjungi rumahku, jadi rumahku terasa sangat ramai.  Disana, kami mengobrol dan makan.  Di rumahku banyak sekali makanan yang diberikan, sedangkan aku dan kedua teman serumahku, jarang sekali dirumah untuk ngemil.  Jadi senang saja bisa makan ramai-ramai disana. 
                Saat sedang mengobrol, aku menyempatkan diri untuk mengecek HP, dan ada 2 SMS baru masuk. Setelah dibuka ternyata itu adalah SMS dari guru yang ada di sekolah.  Aku baru sadar, ternyata sinyal di kampung itu cukup jelek dan SMS jadi lama sekali terkirimnya.  Aku pun membuka SMS dan disana ada pemberitahuan, bahwa ia akan pulang lebih cepat dan meminta kepada kita untuk mengambil angket tidak terlalu sore.   Setelah memberitahukan kepada teman-teman, kami pun sepakat akan mengambil angket itu besok pagi, sebelum kami kembali ke Bandung.  Setelah selesai, kami kembali ke rumah masing-masing untuk mandi dan beristirahat sebentar, karena setelah ini, kami akan mengikuti upacara adat kampung tersebut, yaitu Hajat Golong. 
                Setelah semua berkumpul di pendopo, kami segera berangkat ke rumah kepala desa Rancakalong, untuk melaksanakan Hajat Golong.  Ternyata di tengah jalan, hujan turun walaupun tidak terlalu deras.  Kami mempercepat langkah kami, agar cepat sampai.  Tapi karena jalannya masih tanah dan turun hujan, jadi tanahnya licin dan cukup menghambat. 
                Sesampainya kami disana, kami segera dipersilakan duduk.  Kami semua membuat lingkaran besar bersama warga yang lain.  Ditengah-tengah terdapat makanan dan beberapa persembahan seperti ikan dan beberapa sayuran.  Tak lupa,terdapat kemenyan dan beberapa dupa juga di setiap sisi.  Sebetulnya aku tidak terlalu mengerti ini upacara apa, karena mereka banyak berbicara menggunakan bahasa arab jadi aku kurang mengerti apa yang dibicarakan. 
                Sekitar 1 jam kami melaksanakan upacara tersebut, sampai akhirnya tiba waktu untuk makan. Setiap orang diberikan kupat yang besar sekali. Nanti untuk lauknya kita ambil sendiri.  Lauknya berupa opor tapi pakai sayur nangka.  Kemudian kita taburkan krupuk kuning diatasnya.  Unik sih menurutku, karena aku tidak pernah menemukan makanan seperti ini di Bandung. Rasa makanannya enak. Sedikit bersantan dan ada sedikit rasa asamnya.  Walaupun ada rasa manisnya, tapi makanan ini lebih dominan rasa asin.  
                Setelah aku menjalankan upacara tersebut, akhirnya aku mengerti apa maksud dari upcara ini, yaitu mengucapkan rasa syukur dan terima kasih ada Tuhan.  Aku merasa senang dan bangga bisa ikut serta dalam upacara tersebut.  😊 Aku merasa tidak sabar, karena nanti malam, kami juga akan mengikuti upacara adat kampung tersebut yang katanya berhubungan dengan hal mistis.  Kira-kira bagaimana ceritanya? Tunggu blog selanjutnya yaaa…