10.18.2019

Grogak

15 September 2019, aku dan keluargaku pergi ke Grogak, tempat yang menjadi tujuan utama kami ke Singaraja.  Perjalanan dari rumah nenekku ke Grogak memakan waktu kurang lebih 1 jam.  Di perjalanan, kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah dimana di sisi sebelah kiri sawah-sawah terhampar luas dan disisi kanannya ada laut yang sangat luas.  Indah sekali… ditambah lagi cuacanya sedang cerah jadi indah sekalii..
Pemandangan Selama di Perjalanan




Tanpa terasa kami hampir sampai di lokasi.  Tepat di depan Polsek Grogak ada jalan kecil dan disanalah mobil kami belok.  Jalan masuk ke kebun di Grogak terbilang kecil jadi harus pelan-pelan sekali karena di sebelahnya ada banyak sekali tanaman berduri. Tak lama, kami pun masuk ke lahan milik penjaga kebun kami, bernama Ibu Wayan Kapuk.  Beliau beserta suaminya merupakan penjaga kebun yang sudah menjaga kebun sejak awal.  Di lahan miliknya ada 2 babi yang gemuk-gemuk yang sedang bersantai di bawah kumpulan pohon pisang.  
 









Begitu kami turun dari mobil, aku langsung mengambil kamera dan memotret babi-babi tersebut.  Ini merupakan pertama kalinya aku melihat dari dekat babi berwarna hitam, biasanya hanya melihat dari foto atau TV, itupun babinya yang berwarna pink. Lalu, kami masuk dan bertemu dengan penjaga kebun.  Rumahnya masih sederhana dan didepan rumahnya ada pohon rindang dengan kursi di bawahnya, sehingga kita bisa duduk santai di bawahnya.


Di sebelah tempat duduk ada saung kecil dengan 4 kandang ayam diatasnya.  Saat aku melihat saung tersebut ada seekor ayam yang sedang mengerami telur.  Menurutku ini menarik, karena baru pertama kali melihat ayam yang sedang mengerami telurnya dari dekat.  Di dekat situ, ada sebuah sumur besar dan WC.  Sumurnya juga masih terbuat dari batu.
 



Ayam sedang mencari makan



Ayam yang sedang mengerami telur





Disana semuanya masih asri.  Udaranya bersih, banyak tanaman hijau dan alami.  Ayam-ayam yang ada disana tidak ada yang diberi kandang, babinya juga dibiarkan bebas berkeliaran di kebun.  

 
Tak lama, anak pemilik kebun itu keluar dari rumah dengan mambawa teh manis hangat.  Kami mengobrol cukup lama.  Kami juga mengenalkan kepada mereka tentang ecobrick, karena kebetulan disana, cukup banyak sampah plastik yang bertebaran dan botol-botol plastik bekas yang sudah dikumpulkan. 

 

Setelah itu anak pemilik kebun mengajakku melihat-lihat lingkungan sekitar.  Aku melihat ada 1 lagi kandang babi dan ada anak-anak babi yang sudah lumayan besar yang dilepas di kebun. Aku mencoba memegang babinya dan ternyata bulunya tajam dan kasar.  Awalnya aku pikir babi itu akan menyerang tapi ternyata mereka ramah sekali. 



Ada beberapa ayam yang berjalan-jalan sekitar rumah.  Ternyata lahannya cukup besar dan disana ada juga pohon mangga  yang ada tangganya, jadi kita bisa memanjat pohon tersebut.  








 

Tak jauh dari pohon mangga itu, ada 2 ekor sapi yang sedang makan.  Sapi yang satu melihatku terus saat aku ingin mengambil foto.  Mungkin dia sadar kamera hahahahaha.  Setelah mengambil foto, aku memberikan rumput ke sapi-sapi itu dan mereka mau memakannya dengan lahap.  Bahkan ada 1 sapi yang sempat menjilat tanganku.   


Saat itu cuaca cukup panas, jadi cukup melelahkan rasanya berjalan mengelilingi lahan tersebut.  Tapi menurutku itu menyenangkan karena menjadi pengalaman baru untukku.  Setelah itu, kami pergi ke lahan nenekku yang tak jauh dari sana.  Dimobil, penjaga kebun, Ibu Wayan Kapuk banyak bercerita dengan kami.  Walaupun ia bercerita dengan Bahasa bali, tapi untungnya aku cukup mengerti dengan apa yang ia bicarakan.  

Ternyata kebun nenekku letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Ibu Wayan Kapuk.  Berbagai jenis tanaman tumbuh disana, mulai dari singkong, pohon sawo, pohon kelapa, pohon pisang, pohon jeruk sampai pohon jambu.  Ternyata disana juga ada banyak sapi berwarna coklat yang sedang makan.  Ibu Wayan langsung menuju ke pohon pisang dan memetik pisang, mengambil daun dan dahan pisangnya. 



 Sebagai penganut agama Hindu, nenekku setiap harinya memerlukan daun pisang dan janur untuk membuat sesajen.  Setiap bulan purnama dan tilem (bulan mati) orang Hindu akan melakukan sembayang di pura.  Untuk itu diperlukan juga janur (busung dalam bahasa Bali), bunga dan buah-buahan terutama pisang. Oleh sebab itu, nenekku bisa dibilang sering mengambil bahan-bahan untuk sembayang dari kebun. Kali ini, yang dibawa dari kebun adalah daun pisang dan buahnya, janur dan singkong. MObil seketika saja langsung penuh.  


Aku sendiri juga mendatangi sapi-sapi yang tadi sedang makan.  Dan ternyata diantara sapi-sapi yang besar ada seekor anak sapi.   Lalu aku melihat, Pak Putu (suami Bu Wayan) memotong daun pisang yang masih muda untuk diberikan ke sapi.  Seketika akupun ingin ikut membantu. Pantas saja dari tadi aku memberi sapinya rumput ia tidak mau makan, tapi saat bapak penjaga kebun memberikan daun pisang, mereka langsung makan dengan lahap.  Yang menjadi makanan sehari-hari sapi-sapi tersebut adalah pohon pisang, mulai dari batang, daun sampi jantung pisang. 




Foto Anak Sapi



Aku mencoba mengambil air dari sumur
Setelah itu, aku kembali menjelajah kebun.  Tak jauh dari tempat sapi, ada ruangan kecil untuk berteduh dan disebelahnya ada sumur dari batu. Karena belum pernah menimba air dari sumur, aku pun iseng mencoba.  Ternyata menimba air dari sumur tidak semudah yang aku bayangkan.  Ternyata cukup sulit untuk memasukkan air ke dalam embernya dan saat ditarik, berat sekali.  Setelah berhasil menaikkan air, aku membasuh kaki dan tangan.  Airnya dingin sekali dan jernih.  



Diseberang sumur, ada tungku kecil untuk masak air atau membakar ikan. Tungkunya dari batu dan dibawahnya ada kayu bekas bakaran. 

 
Tungku Api


 Setelah puas melihat dan mengambil foto di kebun, aku kembali mengobrol dengan bapak penjaga kebunnya. Dari pembicaraan tersebut, aku mengetahui kalau tidak jauh dari sini ada penangkaran ikan dan disebelahnya adalah pantai.  Mendengar kata pantai, tubuh yang tadinya terasa lelah langsung segar kembali.  Otomatis aku langsung bertanya “Kemana pak arahnya? Jauh ga?” setelah beliau menjelaskan, tanpa menunggu lama, aku langsung berjalan ke pantai.  


Karena panas matahari yang menyengat, perjalanan terasa jauh sekali.  Saat sudah dekat, terlihat laut biru dengan ombak yang berdebur-debur.  Aku berlari dan langsung terkejut dengan pantai yang ada didepan mata.  Disamping-sampingnya ada banyak kapal nelayan dan ada pasir hitam dan batu-batu bertebaran.  Biasanya pantai di bagian utara bali, pasirnya hitam dan lebih banyak batu besarnya. Jadi tidak seasyik ketika bermain di pantai bagian selatan Bali.  Aku langsung turun dan membasahi kakiku dengan air laut. Senang sekali rasanya, setelah panas-panasan di kebun, membasuh kaki dan tangan di pantai. 








No comments:

Post a Comment