8.10.2017

Ekspedisi Kecil Kelompok Dolangan

              Di hari Selasa, 8 Agustus 2017, tepat pukul 07.20 aku dan teman-teman kelompok Dolangan berkumpul di Stasiun Kiara Condong.  Kami memulai perjalanan kecil ini dengan berdoa bersama disinari matahari pagi.  Setelah berdoa, kami berkumpul sesuai kelompok yang sudah ditentukan kemarin dan mulai menyiapkan barang-barang yang dibutuhkan selama ekspedisi.  Di perjalanan kali ini, aku dikelompok bersama Naia dan Linus, seharusnya dikelompok kami ada Cindy namun ia berhalangan hadir di hari itu.  Setelah kami semua siap, kak Diki membriefing setiap kelompok.  Kami memulai ekspedisi dengan mengunjungi Makam Mbah Malim.
                Dihembusi angin pagi, aku, Naia dan Linus terus berjalan menyusuri jalan Kiara Condong.  Tanpa membuang banyak waktu, akhirnya aku dan teman kelompok ku sampai didepan sebuah gang yang bertuliskan “Jl. Embah Malim”.  Tanpa ragu lagi akhirnya aku, Naia dan Linus segera masuk ke dalam gang tersebut kemudian mulai mencari tempat yang kami tuju, yaitu Makan Mbah Malim.  Di tengah perjalanan mencari makam tersebut, seorang bapak-bapak menghampiri kami kemudian berkata”Dek nyari makamnya mbah malim yaa?” tanpa menunggu lama kami semua serentak menjawab dengan semangat”Iyaa pakk!”.  Tanpa segan-segan bapak tersebut segera menunjukkan letak Makam Mbah Malim dan ternyata letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami tadi bertemu dengan bapak itu.  Selama di perjalanan aku masih merasakan kentalnya budaya Sunda. Kebanyakan warga disana berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda yang sudah dijadikan bahasa sehari-hari mereka.  Warga yang ada disana juga sangat ramah, bahkan tanpa ditanya pun mereka sudah mau memberitahukan letak tempat yang kami tuju atau bahkan sekedar menyapa.
               Pukul 08.00 WIB kami tiba di Makam Mbah Malim.  Disana kami bertemu dengan Pak Cece, seorang penjaga makan yang sudah 12 tahun menjaga Makam Mbah Malim.  Beliau mengajak kami untuk berkumpul di sebelah Makam Mbah Malim.  Tanpa menunggu lama, suasana di sana langsung hangat penuh canda dan tawa.  Pak Cece juga banyak bercerita mulai dari kisah hidup Mbah Malim,  bahkan sampai kisah mistis yang pernah terjadi di makam itu.  Jujur selama di dalam makam aku sempat merasa takut, mungkin karena orang-orang sering mengatakan kalau makam itu tempat mistis.  Kurang lebih Pak Cece bercerita selama 1 jam. Begini kisah hidup Mbah Malim..
                Mbah Jaludin atau yang lebih akrab dipanggil Mbah Malim itu merupakan orang  kelahiran Limbangan, Garut.  Selama hidupnya beliau mengembara di sekitar Pulau Jawa dan beliau mengakhiri pengembaraannya di kota Surabaya, Jawa Timur.  Setelah selesai mengembara, Mbah Malim memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Limbangan.  Beberapa tahun kemudian, Mbah Malim dipanggil ke Bandung untuk membantu menjaga orang-orang yang membersihkan sungai Cikapundung-sungai Citarum.  Sebelum kedatangan Mbah Malim, acara kerja bakti membersihkan sungai itu banyak memakan korban, namun setelah mendatangkan Mbah Malim, konon katanya jadi sedikit korban.  Maka dari itu Mbah Jaludin mendapatkan julukan Mbah Malim, karena dalam bahasa sunda, Malim itu artinya orang yang pintar.  Sebagai imbalan, beliau diberikan tanah yang sangat luas, yang sekarang dinamakan Babakan Surabaya.  Konon katanya dinamai Surabaya karena kota yang terakhir kali ia datangi untuk mengembara adalah kota Surabaya makanya beliau menamainya Surabaya.
               Setelah mendapat banyak informasi, kami pun mengucapkan terima kasih kemudian berfoto bersama dengan Pak Cece, narasumber kami.  Setelah itu kami bersiap lagi untuk mengunjungi tempat selanjutnya.  Setelah keluar dari Makam. kami pun dibriefing oleh kakak per kelompok.  Tanpa menunggu lama, aku, Naia dan Linus segera mendatangi kakak dan setelah berkumpul dengan kakak kami diberitahukan kemana kami akan menjelajah selanjutnya.  "Gengs kalian abis ini kumpul yaa di Gereja Kristen Jawa.. Kakak tunggu jam 09.20 WIB"seru kak Olin.  Tanpa menunggu lama, aku dan teman sekelompok ku segera berangkat.  Kami sempat kesulitan mencari Gereja yang dimaksud karena beberapa orang yang kami tanya memberikan pernyataan yang berbeda-beda.  Setelah lama mencari, akhirnya kami pun menemukan gereja yang dimaksud, Gereja Kristen Jawa yang dimaksud terletak di jalan Kebon Jayanti.
                   Disana kami bertemu dengan narasumber kami, yaitu Bu Hesti dan Pak Markus.  Katanya gereja ini sudah didirikan dari tahun 1927.  Gereja ini dibangun tanggal 15 Juni dan dalam sekali misa biasanya ada 700-800 jemaat.  Katanya sih mayoritas umat disini masih 90% asli Jawa.  Orang-orang yang mengurus gereja disini masih menjaga tali silaturahmi dengan warga sekitar, seperti kalau paskah, pasti mereka membagikan telur mentah pada warga sekitar dan kalau 17 an mereka biasanya mengadakan beberapa lomba di gereja jadi tali silaturahminya tetap terjaga.
                 
           
                Setelah mendapatkan banyak informasi, aku dan teman-teman meminta ijin untuk istirahat di gereja.  Setelah istirahat, kami pun berfoto dengan narasumber kami kemudian kami melanjutkan perjalanan. Seperti biasa sebelum perjalanan dilanjutkan pasti diadakan briefing per kelompok.  Kelompok aku mendapatkan kesempatan untuk dibriefing pertama kali.  Selanjutnya kami akan menjelajahi Kantor Kelurahan dan Pasar.  Kami diberi beberapa tantangan oleh kakak, salah satunya adalah mencari Tukang Rampe saat di pasar.  Jujur pada saat mendengar kata Rampe aku bingung bangett soalnya gk pernah denger kata Rampe.  Tanpa banyak bertanya akhirnya aku, Naia dan Linus segera berangkat.  Rencananya kami akan menjelejah ke Kantor Kelurahan dulu.  Kami mengunjungi Kantor Kelurahan Kebon Jayanti yang letaknya di Jalan Stasiun Lama Kiara Condong no.39
                       Saat masuk ke dalam Kantor Kelurahan, kami langsung disambut oleh Pak Nono dan Pak Didi, pekerja disana.  Pak Nono ramah sekali, tanpa kami tanya pun beliau sudah langsung menjelaskan.  Disana kami mendapat banyak informasi tentang Kelurahan Kebon Jayanti.  Kelurahan kebon Jayanti memiliki 14 RW, memiliki 11.993 penduduk tetap dan memiliki 1.197 penduduk tidak tetap.  Kata Pak Nono, tidak semua penduduk disini khas dari Kiara Condong, ada yang dari Ujung Berung, Cicaheum dan Lengkong.  Kelurahan ini dipimpin oleh Pak Abdul Manaf.  Jujur disana aku merasa senang karena mendapatkan banyak informasi dan disana juga kami diberikan sebuah peta Kelurahan Kebon Jayanti.  Karena kami sudah banyak mendapatkan informasi, kami pun pamit kemudian segera meninggalkan Kantor Kecamatan itu.
             Belum 10 langkah kami meninggalkan Kantor Kelurahan, tiba tiba kami mendengar seseorang berteriak dari belakang.  "Dekk tunggu dulu dek"begitu katanya.  Tanpa menunggu lama, aku, Naia dan Linus segera menengok ke belakang.  Ternyata Pak Didi yang dari tadi berteriak.  "Eh dek ayo ke kantor dulu, mau difoto dulu untuk dokumentasi"seru Pak Didi.  Aku, Naia dan Linus merasa sangat senang, serasa jadi artis dimintain foto.  Tapi dibalik rasa senang itu masih tetap ada rasa khawatir di dalam hatiku, karena kami harus kumpul di stasiun Kiara Condong jam 12 an.  Dan aku takut telat.
                     Kita pun sampai di Kantor Kelurahan.  Kami masuk ke ruangan yang sama kemudian tak lama kemudian, sudah banyakk orang yang mengelilingi kami.  Semuanya membawa gadget dan bersiap memotret kami.  Kami pun berfoto lama sekali, orang mengantre di belakang untuk memotret kami.  "Aduh udah jam segini nih balik yuk nanti telat loh"kata aku berusaha mengakhiri acara pemotretan masal itu.  Linus dan Naia pun langsung mengangguk dan akhirnya kami pun berhasil keluar dari kerumunan orang itu.  Buru-buru kami pergi ke pasar dan mewawancarai para pedagang disana.  Kebanyakan kami mewawancarai pedagang buah.

                  Sebelum sampai ke pasar, kami didatangi oleh seorang ibu-ibu dan ibu itu langsung berkata "Dek mau kemana? Mau kepasar ya? Tadi ibu juga liat banyak ade-ade pake baju kayak gini". Aku pun langsung menjawab "Mau ke pasar bu, kita mau nyari tukang rampe".  Aku berharap dengan aku lontarkan kalimat "tukang rampe" si ibu akan membantu mencari tukang rampe tersebut.  Dan benar saja si ibu langsung membantu kami mencari penjual rampe.  Karena sudah menemukan tukang rampe, kami pun segera mengucapkan terima kasih kemudian kami langsung melakukan tantangan yang diberikan kakak.
                        Rampe merupakan sebuah bunga yang biasanya digunakan untuk melayat.  Tukang rampe yang kelompok ku wawancarai namanya Ibu Enong.  ia berasal dari Cirebon.  Katanya bunga rampe ini dikirim dari Lembang.  Konon katanya rampe itu adalah adat dari Sunda.  Setelah selesai wawancara dan memotret kami pun meninggalkan tukang rampe tersebut, kemudian mencari pedagang lain untuk survey tentang hasil bumi.
                         Kurang lebih jam 12, aku, Naia dan Linus sampai di stasiun Kiara Condong.  Saat kita sampai di stasiun, kita sempat merasa panik karena disana masih sepi dan tidak ada teman-teman kelompok Dolangan.  Tapi tidak lama kemudian kak Olin datang dan kelompok-kelompok lain pun datang.  Setelah mengetahui jurusan kereta, kakak memberikan kami uang kemudian kami segera membeli tiket kereta kemudian masuk.  Selama di kereta, kita ngobrol-ngobrol dan foto-foto.  Beberapa teman ada yang makan bahkan tidur.

                        Perjalanan dari Kiara Condong ke Bandung melewati Cikudapateuh.  Sesammpainya di Stasiun Selatan, kami masuk ke daerah Pasar Baru kemudian tiba ke suatu tempat yang sangatttt indah.  Yaitu ke rooftop.  Iya tempatnya kerann bangett.. Udaranya segar, langitnya biru dan disekitarnya banyak sekali tanaman.  Tanpa menunggu lama, aku dan teman-temanku segera membuka bekal makan siang kemudian menyantapnya sambil berbincang-bincang.

                          Kira-kira jam 1 an, kita diajak kakak untuk berkumpul lagi.  Kakak memberitahukan kami bahwa tujuan akhir kami adalah menjelajah di sekitar Pasar Baru.  Kakak memberi tahu kami bahwa kami harus berkumpul di Stasiun Utara jam 14.45.  Di Pasar Baru, kakak memberi kami tantangan yaitu mencari toko tembakau dan toko kopi.  Saat kami masuk ke Pasar Baru, kami sempat merasa bingung mencari toko tembakau dan toko kopi.  Namun saat kami kembali pada titik awal, kami langsung menemukan dimana letak toko tembakau.  Toko tembakau yang ada disini lumayan kecil jadi kalau kita gk peduli sama lingkungan  sekitar, kita pasti tidak akan bisa melihatnya.
                        Selama di toko tembakau, kita melihat-lihat tembakau yang ada kemudian mewawancarai penjualnya.  Penjual tembakaunya bernama ibu Euis.  Beliau berjualan tembakau  5 tahun dan katanya tembakau yang ada disini berasal dari Sumatra.  Jujur pada saat sampai di toko tembakau ini aku merasa sangat senang dan antusias karena aku ingin tahu lebih banyak soal tembakau.  Namun respon dari si penjual kurang menyenangkan sehingga akhirnya menutup rasa ingin tahuku.  Tapi ya sudah lah yang penting aku bisa tahu sedikit tentang tembakau.

                            Setelah berhenti di toko tembakau, aku dan teman sekelompok ku segera mencari toko kopi yang dimaksud kakak.  Lumayan lama kami mencari, soalnya toko kopi yang dimaksud tidak memiliki spannduk yang besar jadi gk kelihatan.  Toko kopi yang kami datangi bernama Toko Kopi Box Jaya yang letaknya di Jl. Pasar Barat no.28.  Narasumber kami disana bernama Bu Feni beliau orang asli Bandung dan katanya sudah lama banget berjualan disini.  Katanya beliau mulai berjualan dari tahun 1967 dan sampai sekarang belum ganti-ganti toko.  Beliau bercerita katanya menjual 3 jenis koppi, yaitu kopi Arabika khas Kalimantan, kopi Robusta khas Lampung dan kopi Jagong khas Surabaya. Selama disana, aku merasa sangat senang, selain senang melihat berbagai jenis kopi, aku juga senang karena narasumbernya gak jutek.. Jadi aku juga semangat untuk menggali lebih dalam lagi soal kopi.  Berikut ada foto-foto selama kami di toko kopi :)
  
                        Setelah mendapat banyak informasi disana kita pun segera bersiap untuk melanjutkan perjalanan.  Selanjutnya kami harus berjalan ke stasiun utara.  Aku sempat merasa takut karena saat aku melihat jam waktu sudah rada mepet dan aku gak yakin bakal bisa sampai di stasiun utara tepat waktu atau tidak.  Kami berjalan melewati suatu jembatan yang dibagian bawahnya ada banyak rel kereta.

                           Dan ternyata benar saja kami tiba di stasiun terlambat dan kini waktu sudah menunjukkan pukul 14.55.  Sesampainya di stasiun  kita mengevaluasi secara singkat tentang perjalanan hari ini kemudian menutupnya dengan doa.  Perjalanan kali ini sangat menyenangkan aku sangat berharap di perjalanan selanjutnya bisa lebih menyenangkan dari ini :) Walaupun lelah karena panas, tapi semuanya terbayarkan :)


-Natasha-
-catatan perjalanan Dolangan 08.08.2017

5 comments:

  1. Tulisan dan foto saling melengkapi! Kejelian kamu dalam menangkap momen bisa terus dikembangkan Tasha! Kamu punya bakat fotografi juga

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. mbak mau tanya itu foto yg di rooftop, di atas gedung apa ya? pasar baru kah ? saya tertarik buat kesana

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, ada di seberang stasiun selatan. keluar stasiun langsung kelihatan kok :)

      Delete
  4. Tolong MBA Margaret di koreksi tulisannya untuk cap panah ya, karna komen MBA berpengaruh buruk buat toko saya, dan tolong di ingat lg ibu saya bilang mf saya lg sibuk banyak kerjaan, sebelumnya udh ada temennya dtg coba aja di tanya. Ibu saya bekerja sendiri tanpa bantuan siapapun dr mulai memotong dan membungkus kretek satu persatu, jd klo sekiranya merugikan org lain gk usah di tulis blog nya

    ReplyDelete